Budaya Pop

[Part 2] Calo Tiket Sepakbola, Masalah Lain yang Harus Diberantas Satgas Anti Mafia Sepakbola

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Berawal dari akun Instagram sang Wakil Ketua Satgas Anti Mafia Sepakbola, Brigjen Pol Krishna Murti, pembuktian terhadap adanya calo tiket pertandingan sepakbola ini dimulai. Tak bisa dipungkiri, para calo tiket pertandingan sepakbola ini memang ada dan tak pernah ‘punah’. Apalagi ketika laga final berlangsung! Bisa dipastikan kalau keberadaan mereka mudah ditemui di sekitar stadion tempat berlangsungnya pertandingan. Laga-laga timnas pun selalu dihadiri para calo untuk menawarkan tiket untuk berbagai kelas. Hal ini pun terbukti dari adanya kesaksian pembeli yang pernah mendapatkan tiketnya dari para calo.

Baca Juga: [Part 1] Calo Tiket Sepakbola, Masalah Lain yang Harus Diberantas Satgas Anti Mafia Sepakbola

Di sisi lain, ternyata pengaturan pembelian tiket bagi laga antar klub bisa dibilang lebih rapih. Distribusi sudah diatur melalui pihak tertentu. Lalu, kenapa hal ini tidak dilakukan dalam penjualan tiket bagi laga-laga yang dihadapi Timnas Indonesia?

Calo Tiket di Laga Timnas Selama 2018

Timnas Indonesia, dimulai dari usia muda hingga senior punya agenda padat di pentas internasional pada tahun 2018 kemarin. Salah satu event yang banyak bertebaran calo misalnya Piala AFF. Bahkan, tak perlu event besar seperti Piala AFF, di laga persahabatan Timnas Indonesia pun tetap saja masih ada calo.

Pada laga itu, Timnas Indonesia hanya mampu bermain imbang 1-1 menghadapi Hongkong di Stadion Wibawa Mukti, Cikarang, Selasa, 16 Oktober 2018. Kabarnya ada total 3.729 penonton yang hadir langsung menyaksikan laga tersebut. Sekadar informasi, saat ini Stadion Wibawa Mukti memiliki kapasitas mencapai 25.395 kursi.

“Calo di timnas itu waktu saya nonton pertandingan persahabatan Indonesia vs Hongkong di Stadion Wibawa Mukti di Cikarang. Waktu itu tiket sempat dijual di situsnya PSSI, tapi kemudian entah kenapa pas baru dibuka pembeliannya itu udah enggak bisa diakses,” kata salah satu suporter Timnas Indonesia, Bernardus Bayu kepada Asumsi.co, Kamis, 10 Januari 2019.

Lantaran laman PSSI sulit diakses dan tiketnya sudah habis terjual setelah bisa diakses, Bayu yang kebetulan tinggal di Cikarang pun langsung mencari tiket di sekitaran stadion atau on the spot. Dengan anggapan bahwa animo penonton tak terlalu tinggi lantaran hanya laga persahabatan, ia pun yakin bisa mendapatkan tiket dan benar sekali saat tiba di sekitaran stadion, sudah banyak orang yang menjual tiket.

“Itu yang jual jaraknya enggak jauh dari stadion dan lucunya lagi tiketnya itu udah dalam bentuk gelang. Jadi kalau kita misalnya belinya di PSSI kan biasanya ditukerin dan kemudian dikasih pengisian barcode, enggak perlu tuker gelang lagi. Tapi kalo kita belinya di calo itu sudah dalam bentuk gelang. Jadi ya gitu, kok dia bisa udah dapet dalam bentuk gelang gitu ya?.”

Baca Juga: Fakta di Balik Penangkapan Exco PSSI Johar Lin Eng dalam Kasus Mafia Bola

Perihal harga, Bayu mengungkapkan saat itu ia mendapatkan tiket dengan harga yang sudah berbeda dari harga asli, meski kenaikannya tak mahal. Tiket yang dipesan Bayu adalah kategori di bawah VIP sebanyak dua tiket yang naiknya hanya sebesar Rp. 10.000 per tiket.

Menariknya, menurut Bayu, pergerakan calo di Stadion Wibawa Mukti lebih berani ketimbang di Stadion Gelora Bung Karno (GBK). “Dibanding ketika saya nonton di Stadion GBK, calo di Stadion Wibawa Mukti itu lebih banyak dan lebih blak-blakan sih jualannya karena beneran di pinggir stadion dan beneran sambil ngayunin tiket.”

Sejauh pengetahuannya, Bayu pun menjelaskan alasan kenapa kedua stadion itu memiliki perbedaan bagi calo yang menjual tiketnya. Untuk Stadion GBK sendiri, Bayu mengatakan di sana sudah memberlakukan Ring I sampai Ring 4, sehingga pergerakan calo jadi agak sulit dan tak sebebas seperti di Stadion Wibawa Mukti.

Beda lagi dengan Buchori, salah satu suporter Timnas Indonesia yang menyaksikan laga Timnas U-19 di Piala AFC U-19 di Stadion GBK, Senayan, Jakarta pada 24 dan 28 Oktober 2018 lalu. Ia mengaku membeli tiket dari calo di sekitaran GBK karena tau bakal sulit mendapatkan tiket yang dibeli via online lewat laman resmi PSSI. Harga tiket yang didapat Buchori pun lumayan mahal.

“Waktu itu saya nonton Timnas U-19 dua kali pas Piala AFC U-19. Pertama pas Timnas U-19 menang 1-0 lawan Uni Emirat Arab. Nah yang kedua itu pas Timnas U-19 kalah 2-0 dari Jepang. Dua laga itu saya dapat tiket harganya naik Rp 50.000 per tiket,” kata Buchori kepada Asumsi.co, Selasa, 8 Januari 2019.

Buchori sendiri mengaku memang sengaja mau membeli tiket di calo karena saat hendak membeli tiket di laman PSSI, tiba-tiba kursinya sudah terisi penuh atau bahkan ada beberapa kategori yang sudah full booked. Padahal, lanjut Buchori, pembelian tiket secara resmi baru dibuka sekitar 30 menit.

Tentu bagi Buchori ada keanehan dalam sistem penjualan tiket yang dilakukan di laman PSSI tersebut. Ia pun sempat merasakan saat web PSSI down atau eror karena mungkin yang mengakses lumayan banyak. Apalagi saat sudah menunggu berjam-jam, slot kursi di laman tersebut berubah-ubah, kadang kosong dan bisa dibooking, namun beberapa saat kemudian tiba-tiba sudah full booked lagi.

“Saya sih mikirnya itu diborong sama calo, tapi enggak tau juga lah ya. Apalagi pas tau udah full booked gitu, ya sudah saya mikirnya mending beli on the spot aja pas hari H pertandingan. Ternyata benar, banyak calo yang jualan tiket di sekitar GBK.”

“Waktu itu saya transaksi dengan calo nya agak sembunyi-sembunyi dan menjauh dari keramaian di sekitar Stadion GBK, karena mungkin calonya enggak mau terekspos gitu. Yang nawarin tiket duluan ya calo itu, jadi kita memang belum sempat nanya tapi udah ditawarin duluan.

Sistem Distribusi Tiket dari Klub-klub Besar di Tanah Air

Berkaca dari sistem penjualan dan distribusi tiket pertandingan Timnas Indonesia yang carut marut tersebut, tampaknya PSSI perlu belajar banyak dari klub-klub sepakbola di tanah air yang berlaga di kasta tertinggi Liga 1. Misalnya ada Persija Jakarta, Persib Bandung, dan Arema FC yang sudah menerapkan sistem distribusi tiket cukup rapi. Meski, kadang tetap ada saja oknum-oknum calo yang masih menyusup.

Sekretaris Umum The Jakmania (pendukung Persija) Diky Soemarno bercerita kepada Asumsi.co pada Kamis, 3 Januari 2019 lalu soal bagaimana tiket pada laga terakhir Persija vs Mitra Kukar di Liga 1 2018 didistribusikan dengan baik. Diky mengatakan bahwa sistem koordinator wilayah (korwil) yang dijalankan dalam distribusi tiket pada laga itu pun sangat membantu, termasuk juga meminimalisir keberadaan calo.

“Memang Jakmania ini kan partnernya Persija, artinya Persija tidak perlu repot-repot untuk mendistribusikan langsung tiketnya. Karena kan ada korwil sebagai kantong-kantong Persija. Itu artinya anggota Jakmania berhak mendapatkan tiket,” kata Diky kepada Asumsi.co, Kamis, 3 Januari 2019.

Dalam pembagiannya, Diky mengambil contoh misalnya Jakmania Korwil Manggarai punya anggota aktif yang resmi dengan jumlah 500 orang. Maka tiket dengan jumlah yang sama pun langsung didrop ke korwilnya Manggarai. Kemudian tiket itu disebar di wilayah masing-masing.

“Jadi sekali lagi korwil tuh berfungsi sebagai kantong. Positifnya dari sistem distribusi tiket ke korwil ini lah lebih terstruktur aja karena bakal menghindari tumpukan antrian ribuan orang di loket tiket, tapi ujung-ujungnya banyak yang enggak kebagian tiket juga kan. Makanya sistem korwil dijalankan.”

“Jakmania itu berhak untuk mendapatkan tiket, meski memang tidak di bawah naungan Persija langsung, tapi kita partner sama Persija. Jadi memang kita tidak bisa buka loket kalau tiket sudah habis, apa yang mau dijual kan? Jadi enggak bisa sembarangan juga buka loket dan jual tiketnya.”

Dengan sistem korwil tersebut, jelas yang akan mendapatkan tiket adalah anggota Jakmania yang resmi dan aktif. Bagi yang belum mendapatkan tiket, Diky pun menduga kalau orang-orang itu belum sempat memperpanjang kartu keanggotaannya. “Ya elo kalau enggak ada KTA (Kartu Tanda Anggota) ya enggak dapet, emang kayak gitu kan, jadi tegas.”

“Di lapangan juga kita banyak nemuin kendala. Tapi ya intinya seharusnya seperti itu, karena kan korwil juga dapat tiket sesuai dengan anggota aktif. Misalkan anggota Jakmania Korwil Manggarai ada 500, ya yang didistribusikan juga 500 sesuai jumlah tersebut.”

Pada laga tersebut, announcer pertandingan Persija melawan Mitra Kukar menyebutkan bahwa jumlah penonton yang hadir ke Stadion GBK adalah 68.753 orang. Macan Kemayoran akhirnya berhasil menjadi juara Liga 1 2018 setelah mengalahkan Mitra Kukar dengan skor tipis 2-1, Minggu, 9 Desember 2018.

Sama persis seperti Persija, sistem distribusi tiket pertandingan Arema FC juga disebarkan lewat kantong-kantong korwil Aremania di Malang. Achmad Ghozali selaku Humas Tour Aremania Malang mengatakan bahwa pendistribusian tiket Arema FC selalu dijalankan lewat korwil. Ia juga mengatakan bahwa Aremania tidak menerapkan sistem tiket online, tapi ada tiket box

“Jadi gini ya, di Aremania itu tidak ada AD/ART ya yang kepengurusan Aremania, jadi semuanya itu ada wadahnya yaitu korwil dengan ketuanya masing-masing yang bertanggung jawab dengan anggota. Terkait pendistribusian tiket untuk pertandingan-pertandingan, korwil-korwil itu tercatat di panitia Arema, jadi ada sekitar 425-an korwil ya, itu di Malang Raya,” kata Ghazali kepada Asumsi.co, Selasa, 8 Januari 2019.

Baca Juga: Ratu Tisha dan Usaha PSSI Perangi Match Fixing

“Kalau dilihat di luar Malang Raya itu ada sekitar 150-an ya. Nah, mereka-mereka itu berhak untuk mendapatkan tiket, berhak mendapatkan tiket karena mereka adalah anggota dari korwil ataupun suporter Aremania. Kemudian, setiap pertandingan Arema, di hari-H di mana korwil-korwil yang mendapatkan distribusi itu berhak mengambil ke kantor Arema.”

Selain untuk korwil, tiket pertandingan Arema juga disediakan untuk suporter Arema di luar korwil terutama yang berasal dari berbagai daerah. Suporter Arema di luar struktur korwil itu diprioritaskan untuk pengambilan tiket melalui pemesanan. Setelah itu, mereka akan mendapatkan tiket pas ditukar pada hari H.

“Tak hanya lewat korwil, tiket juga didistribusikan lewat loket-loket yang ada di stadion dan itu tetap harus ada. Tiket itu dikhususkan bagi orang-orang yang mungkin berada di luar korwil, dalam hal ini orang-orang luar, orang umum yang mungkin belum terdaftar di korwilnya, atau pengunjung dari kota lain yang datang ke Malang.”

Ghazali bersama Aremania sendiri punya cara untuk meminimalisir pergerakan calo tiket di setiap laga Arema dengan memberikan pelajaran, meski di sisi lain mereka juga memaklumi aksi calo karena mereka juga sedang mencari rezeki. Yang jelas, lanjut Ghazali, jika calonya menjual tiket dengan harga yang tak terlalu mahal maka tak jadi masalah, misalnya dari harga Rp. 45.000 lalu dijual dengan harga Rp. 50.000 saja.

“Intinya mereka tidak boleh melakukan transaksi dengan sistem aji mumpung ya karena di Arema sudah punya kebiasaan, kalau ada calo tiket yang menjual tiket di luar batas kewajaran, maka akan kita sweeping oleh korwil-korwil Aremania sendiri, jadi mereka akan disweeping, tiketnya akan diambil, diserahkan ke kepolisian, terkait prosesnya itu nanti di polisi mas.”

Solusi untuk PSSI Kelola Tiket Timnas Indonesia

Seharusnya, menurut Ghazali, PSSI bisa mencontoh sistem distribusi tiket yang sudah diterapkan beberapa klub seperti Persija dan Arema di Liga 1. Apalagi, jika melihat kurang baiknya sistem penjualan tiket di beberapa laga Timnas Indonesia pada tahun 2018 lalu, harusnya PSSI segera berbenah.

“Kita berharap mungkin sistem ini harus diubah oleh PSSI, gimana caranya? Ya diadakan forum untuk terkait ini, untuk pendistribusian tiket, jadi dapat berjalan dengan baik, jadi itu yang harus dilakukan PSSI,” kata Ghazali.

“Jadi PSSI bisa memaksimalkan dan merangkul basis-basis suporter seperti Jakmania di Jakarta, Bobotoh di Bandung, atau Aremania di Malang. Caranya? Masing-masing basis suporter itu mendata anggotanya yang ingin menonton dan lakukan pembayaran tiket. Nantinya, jumlah dan biaya tiket bisa langsung diserahkan ke PSSI.”

Senada dengan Ghazali, Diky selaku Sekum The Jakmania juga sepakat jika basis suporter bisa dilibatkan dalam distribusi tiket laga Timnas Indonesia. “Jika kita lihat, sebagian besar suporter Timnas Indonesia juga suporter Persija. Hal ini kan sangat memungkinkan PSSI membuka kerjasama dengan Jakmania,” kata Diky.

“Nantinya dari situ ada tiket yang bisa dialokasikan untuk Jakmania di Jakarta. Jadi kan Jakmania tidak perlu antre di loket dengan amburadul kan. Jadi artinya itu juga mengurangi potensi adanya calo. Apalagi kalau pakai tiket box, itu pasti antriannya akan sangat panjang, potensinya semakin lama semakin besar.”

Share: [Part 2] Calo Tiket Sepakbola, Masalah Lain yang Harus Diberantas Satgas Anti Mafia Sepakbola