General

“Bobotoh Jokowi”, Gerakan Politik yang Memunculkan Pro dan Kontra

Kiki Esa Perdana — Asumsi.co

featured image

Ternyata tidak hanya sekelompok pendukung Persib yang menyebut diri mereka sebagai “Bobotoh Jokowi” yang bertemu Ma’ruf Amin dan mendeklarasikan dukungan pada pasangan capres-cawapres nomor urut 01. Tak lama setelah dukungan itu, muncul dukungan-dukungan lain dari berbagai penggemar klub sepakbola Indonesia. Sebut saja The Jakmania Jakarta, Aremania Malang, Boromania Bojonegoro, PSPS Pekanbaru, Semen Padang, K-Conk Mania Madura, Persewangi Banyuwangi, dan suporter PS. Bayangkara. Perwakilan pendukung klub sepakbola tersebut bertemu dengann Ma’ruf dan menyatakan dukungannya.

Deklarasi ini kemudian disusul dengan pro dan kontra di jagat media sosial. Sejauh pengamatan, ada anggota Bobotoh lain yang tidak terima klaim atas nama “Viking”. Sebab, Viking tersebut dikenal sebagai salah satu kelompok pendukung terbesar Persib. Mereka pun tidak setuju penggunaan nama “Bobotoh” sebagai komoditas politik jelang pilpres.

Tobias Ginanjar sebagai salah satu pendukung Persib mengatakan keberatannya di laman Detik.com. Dikutip dari laman tersebut, ia mengatakan bahwa, “Bobotoh berasal dari beragam latar belakang. Termasuk pandangan politik yang berbeda-beda sehingga tidak bisa digeneralisasi menjadi pendukung salah satu pasangan calon di Pilpres 2019“.

Di sisi lain, saya juga sempat berbincang dengan Rendra Eka Saputra sebagai koordinator gerakan “Bobotoh Jokowi”. Ia mengatakan kalau Bobotoh itu harus melek politik. Ia melanjutkan, “karena bobotoh itu besar, daripada dijadikan alat politik lebih baik menjadikan politik sebagai alat perjuangan dalam rangka mendukung Persib”. Lulusan Magister Universitas Trisakti ini menambahkan, “menjadi supporter sepakbola harus menjadi kebebasan yang bermanfaat”.

Hal ini senada dengan apa yang dikatakan Direktur Bidang Saksi Kampanye Nasional TKN, KH. Maman Imanulhaq pada CNN Indonesia (8/1). Menurutnya, Bobotoh tetap bersikap netral dan hanya memiliki kepedulian pada kondisi politik Indonesia.

Sepakbola Mesra dengan Dunia Politik

Sudah sejak dulu, slogan Bobotoh dibuat dan diingat para anggotanya. “Semua kelompok pendukung Persib adalah Bobotoh, tapi tidak semua Bobotoh adalah kelompok pendukung Persib,” begitu kata-katanya. Secara tidak langsung, slogan ini seperti menjelaskan independensi Bobotoh sendiri.

Arti kata “Bobotoh” sendiri dalam makna literal memang tidak merepresentasikan kelompok atau golongan tertentu. “Bobotoh” hanya diartikan sebagai pendukung, pemberi dukungan, dorongan, dan semangat.

Sementara kelompok suporter sepakbola sendiri merupakan kumpulan individu yang punya hak memilih dan dipilih dalam kontestasi demokrasi, seperti yang diatur dalam undang-undang. Contoh, Heru Joko sebagai Ketum Viking pun sedang maju dalam Pileg 2019 dari Partai Nasdem. Lalu juga ada Tobias Ginanjar dari Partai Gerindra. Derek yang juga menjadi perwakilan “Bobotoh Jokowi” maju caleg dari PSI.

Sebenarnya kelompok suporter di Bandung bukan sekali ini bersinggungan dengan politik. Tercatat tahun 2014 pun terjadi adanya deklarasi dukungan politik. Ada satu kelompok suporter yang juga mendeklarasikan dukungan mereka terhadap capres tertentu. Dukungan pada caleg pun diumumkan. Ini makin menguatkan kalau politik dan sepakbola memang merupakan suatu kesatuan yang sulit dipisahkan.

Bobotoh dalam hal ini sebenarnya hanya salah satu bentuk perkumpulan sosial. Walaupun, secara perkumpulan, mereka adalah sebuah jaringan besar yang memungkinkan terjaidnya tindakan yang terkoordinasi. Termasuk terjadinya koordinasi dalam hal kepentingan politik kubu tertentu, terutama di tahun politik seperti sekarang ini.

Semua kelompok suporter ini ujungnya harus menyadari bahwa klaim dan representasi adalah bagian besar dari kampanye politik. Mereka memiliki hak untuk dipilih dan memilih sebagai personal atau apapun yang dia presentasikan. Bagaimanapun kita semua tahu, bahwa mengatasnamakan “bobotoh” dalam segala jenis politik, tidak akan merubah esensi dari dukungan terhadap Persib sendiri.

Kiki Esa Perdana adalah dosen Ilmu Komunikasi. Ia sangat antusias dengan isu komunikasi politik dan budaya.

Share: “Bobotoh Jokowi”, Gerakan Politik yang Memunculkan Pro dan Kontra