Isu Terkini

Bisakah “Hormon Perempuan” Membuat Pria Lebih Tahan COVID-19?

Permata Adinda — Asumsi.co

featured image

Risiko pria meninggal dunia karena COVID-19 lebih tinggi daripada perempuan. Data dari 60 negara yang dikumpulkan oleh Global Health 5050 menunjukkan bahwa pria 50-70% lebih banyak meninggal dunia akibat COVID-19 dibandingkan perempuan. Di India, misalnya, persentase kematian pria adalah 73%. Begitu pula di Italia yang persentasenya mencapai 65%.

Ilmuwan sempat mengindikasikan perilaku pria yang cenderung tidak menjaga kebersihan—lebih banyak merokok dan lebih jarang mencuci tangan—jadi penyebab kerentanannya. Namun, studi yang dipublikasikan di The Lancet tersebut dikatakan tidak sepenuhnya tepat. Di Denmark, misalnya, persentase perempuan yang merokok lebih banyak daripada pria, tetapi 61% kematian akibat COVID-19 terjadi pada pria. Anak laki-laki yang jarang merokok pun lebih rentan untuk meninggal dunia daripada anak perempuan.

Perempuan hamil yang ketahanan tubuhnya lebih rentan (immunocompromised) juga cenderung untuk memiliki gejala COVID-19 yang ringan. Diketahui bahwa perempuan hamil memiliki tingkat estrogen dan progesteron yang tinggi. Ilmuwan pun mulai bertanya-tanya: apakah hormon perempuan berperan dalam mengentaskan virus?

Amerika Serikat mulai melakukan dua uji klinis untuk mencari tahu pengaruh hormon estrogen dan progesteron dengan menginjeksikan hormon ini kepada pria dalam waktu tertentu. Minggu lalu, rumah sakit di New York mulai memberikan estrogen kepada sejumlah pasien COVID-19 untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh mereka. Eksperiman yang dilakukan oleh Universitas Stony Brook ini membutuhkan 110 pasien dengan gejala COVID-19 ringan seperti demam, batuk-batuk, dan sesak napas atau pneumonia. Percobaan pun terbuka untuk pria maupun perempuan berusia di atas 55 tahun—sebab level estrogen perempuan di usia tersebut telah menurun. Uji ini diperkirakan akan selesai dalam beberapa bulan ke depan.

Reseptor ACE2 (angiotensin-convertin enzyme 2) yang menjadi tempat virus Corona menempelkan diri diketahui memiliki cara kerja yang berbeda pada perempuan dan pria. Eksperimen menggunakan tikus menunjukkan bahwa estrogen dapat mengurangi pengaruh protein ACE2 di ginjal. Jika kadar hormon estrogen pada pria dinaikkan, ada kemungkinan bahwa pengaruh ACE2 di pria dapat ikut dikurangi.

Pekan depan, dokter di Los Angeles juga akan mulai mengobati pasien pria dengan hormon progesteron. Hormon ini diketahui memiliki sifat anti-radang dan berpotensi mencegah terjadinya reaksi berlebihan sistem imun. “Ada sesuatu tentang perempuan dan kondisi hamil yang membuat mereka lebih terlindungi. Kami pun mengasumsikan ini disebabkan oleh hormon,” kata ahli paru-paru Sara Ghandehari, dikutip dari New York Times.

Uji di Los Angeles dilakukan kepada 40 pria yang memiliki gejala COVID-19 ringan dan sedang. Selama lima hari, mereka akan disuntikkan progesteron setiap harinya. Hipotesisnya, hormon ini akan mengurangi kemungkinan terjadinya sindrom permasalahan pernapasan akut.

Walaupun begitu, sejumlah ahli memperingatkan bahwa hormon mungkin bukanlah faktor utama. Sebab perempuan berusia lanjut juga lebih kebal terhadap COVID-19 dibandingkan pria berusia lanjut. Padahal, level hormon perempuan berkurang drastis setelah mengalami menopause.

“Pria berusia lanjut masih terpengaruh secara signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa hormon bukan satu-satunya faktor. Faktor genetik bisa jadi ikut berpengaruh,” jelas ilmuwan Sabra Klein yang banyak mempelajari pengaruh jenis kelamin dalam infeksi virus dan respons vaksinasi, dikutip dari New York Times.

Share: Bisakah “Hormon Perempuan” Membuat Pria Lebih Tahan COVID-19?