General

Beda Gaya Kampanye Jokowi dan Ma’ruf, Siapa Lebih Menarik?

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ma’ruf Amin dianggap sebagai perpaduan yang pas antara nasionalis dengan religius. Keduanya pun jelas memiliki latar belakang yang berbeda, sehingga hal itu juga berpengaruh dengan gaya kampanye keduanya. Kira-kira seperti apa gaya kampanye Jokowi dan Ma’ruf? Siapa yang lebih menarik?

Sampai hari ini, Jokowi dan Ma’ruf mempunyai tugas masing-masing yang berbeda dalam kampanye. Jokowi masih harus menjalankan tugas sebagai kepala negara sembari sesekal blusukan seperti biasa, sementara Ma’ruf ditugaskan pergi ke daerah-daerah, dari satu pesantren ke pesantren lainnya. Jokowi dan Ma’ruf punya gaya pendekatan yang berbeda dan massa yang juga berbeda.

Gaya Kampanye Jokowi Menyasar Milenial

Seperti yang sudah kita ketahui bersama selama ini, Jokowi ini memang sudah terbiasa blusukan dari satu tempat ke tempat lain. Aktivitas itu sudah ia lakukan sejak masih menjabat sebagai Wali Kota Surakarta dan Gubernur DKI Jakarta. Sehingga pria berusia 57 tahun ini dianggap merakyat dan ramah.

Jelang Pilpres 2019 nanti, Jokowi tetap akan menggunakan strategi komunikasi langsung (door-to-door) untuk memenangkan hati masyarakat Indonesia. Ia pun yakin bahwa sekitar 90 persen hingga 95 persen sebuah kampanye akan efektif jika dijalankan dengan metode komunikasi langsung kepada masyarakat.

Maka dari itu, Jokowi pun menganggap bahwa kampanye menggunakan media spanduk dan baliho sudah dianggap tidak efektif lagi. Yang terpenting bagi dirinya saat ini adalah berusaha menjelaskan hasil-hasil kerjanya secara nyata kepada masyarakat.

“Yang diperlukan saat ini adalah door-to-door, menjelaskan kepada masyarakat. Dari pintu ke pintu, jelaskan, silaturahmi dengan masyarakat. Komunikasi dengan masyarakat, mendekat dengan masyarakat,” kata Jokowi di Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu, 10 November 2018.

Baca Juga: Lelucon Politik Persaingan Film Ahok vs Hanum Rangga

Lewat gaya komunikasi door-to-door, Jokowi berharap masyarakat bisa memahami program-program yang disampaikan merupakan hasil dari kerja pemerintahannya, bukan pemimpin lain. “Program ini banyak yang mengklaim, dibilangnya bukan dari kami. KIS diklaim bukan dari kita di provinsi yang lain, ini harus disampaikan,” ujarnya.

Selain itu, belakangan juga Jokowi kerap menampilkan sisi lain dari gayanya berkomunikasi. Meski dikenal sebagai sosok yang tenang, Jokowi juga kerap bergerak cepat untuk menanggapi berbagai serangan yang ditujukan padanya. Ia sempat membalas kampanye blusukan yang dilakukan calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno dengan mengeluarkan pernyataan bantahan soal harga-harga sembako.

Tak hanya itu saja, Jokowi juga pernah secara terang-terangan menyentil lawan politiknya dengan melontarkan istilah politisi sontoloyo dan genderuwo. Jokowi juga berkali-kali menegaskan bahwa ia bukan bagian dari Partai Komunis Indonesia (PKI) dan bukan antek aseng dan asing. Jokowi merasa perlu mengeluarkan penegasan itu.

Terkait politisi sontoloyo dan genderuwo, kedua istilah ini pun ramai diperbincangkan dalam beberapa hari terakhir. Kubu lawan pun memanfaatkan betul situasi itu dengan menyindir balik Jokowi yang dianggap sebagai pemimpin yang emosi. Namun, ungkapan itu dilontarkan karena Jokowi menginginkan suasana persaingan politik yang tenang dan dengan cara-cara santun.

Meski begitu, Jokowi juga tak lupa untuk menarik perhatian milenial dengan pendekatan dan gaya anak muda. Ya, akhir-akhir ini Jokowi kerap mengendarai sepeda motor. Motor yang dinaikin Jokowi pun berbeda-beda seperti motor modifikasi bahkan sampai motor listrik Gesits.

Akhir pekan lalu, Jokowi diketahui mengendarai motor modifikasi Kawasaki W175 saat berkunjung ke Pasar Anyar. Rabu, 7 November 2018. Lalu, beberapa hari setelahnya, Jokowi kembali menunggangi motor, namun kali ini dengan motor yang berbeda yakni motor listrik Gesits. Tak berhenti sampai di situ, Jokowi kembali naik motor W175 lagi di Bandung, Minggu, 11 November 2018.

Jokowi pun berpenampilan berbeda baik saat mengendarai motor modifikasi dan motor listrik Gesits. Saat menunggangi motor modifikasi, Jokowi terlihat menggunakan jaket ala lokal anak motor. Ia juga memakai helm open face, celana jeans, dan bersarung tangan.

Lalu saat mencoba motor listrik Gesits di hari kerja di kawasan Istana Negara, Jokowi terlihat menggunakan batik, celana hitam, dan sepatu pantofel hitam. Ia juga tak lupa memakai helm open face juga. Namun, helm open face yang dipakai Jokowi saat itu memiliki kaca (visor).

Gaya Jokowi ini tentu untuk memikat hati milenial jelang Pilpres 2019. Ia berusaha mendekati anak-anak muda dengan bergaya bahkan seperti anak muda pada umumnya. Lihat saja dari gaya bersepatu, baju, jaket, sampai motor, Jokowi kerap memuji produk lokal yang tak kalah gaul.

Ma’ruf Amin dan Gaya Kampanyenya Meraih Suara Muslim

Sementara itu, pasangan Jokowi yakni cawapres Ma’ruf Amin tentu memiliki daya pikat tersendiri di mata publik yang tentu bertolak belakang. Ma’ruf merupakan tokoh agama senior. Dari perbedaan karakter ini pula, baik Jokowi maupun Ma’ruf punya pendekatan yang berbeda dengan sasaran pemilih yang berbeda pula.

Ma’ruf yang memiliki latar belakang sebagai ulama dipastikan lebih menyasar ke kelompok religius dari pelbagai kelas sosial. Berbeda dengan Jokowi yang berusaha dekat dengan semua kelompok milenial, sosok Ma’ruf justru tidak sepenuhnya menggaet suara milenial.

Baca Juga: Puisi Fadli Zon Tentang Genderuwo dan Unggahannya yang Jadi Bumerang

Ma’ruf dengan latar belakangnya sebagai ulama dianggap baru bisa menjangkau para pemilih milenial tradisional, bukan milenial kota dan desa, serta milenial modern. Kalangan milenial yang bisa didekati Ma’ruf terutama yang berasal dari kalangan pesantren dan pedesaan.

Di segmen itu terutama milenial di desa, Ma’ruf tentu dianggap sebagai sosok orang tua dan guru yang disegani. Apalagi, Ma’ruf merupakan ulama besar di Indonesia, sepuh pemimpin Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Rais Aam Nahdhatul Ulama (NU), sehingga memang fokusnya untuk mengambil suara kelompok religius.

Dengan sifat tokoh agama yang bijak dan mengayomi, Ma’ruf tentu diharapkan bisa menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa. Mulai dari masalah korupsi, ekonomi, integritas, persatuan dan pelbagai masalah bangsa lainnya. Maka dari itu, pendekatan Ma’ruf kepada masyarakat pun berbeda ketimbang Jokowi.

Jika harus dibandingkan, tentu sulit apalagi keduanya memiliki basis massa yang juga berbeda. Sebagai petahana dan sosok pemimpin yang sebelumnya juga pernah menjadi kepala daerah, Jokowi tentu banyak disukai masyarakat yang sudah merasakan dampak positif dari program kerjanya di pemerintahan. Apalagi dengan gaya yang merakyat, Jokowi juga banyak digandrungi hampir semua kelompok.

Beda halnya dengan Ma’ruf, yang punya segmen massa pengikut berbeda. Pendekatan Ma’ruf yang tentu didasarkan pada nilai-nilai moral keagamaan, bisa menggaet massa pemilih dari kalangan pesantren dan kelompok-kelompok muslim lainnya. Selain tentu Ma’ruf dianggap sebagai guru, tokoh agama, dan orang tua yang mengayomi. Jadi kalian pilih gaya pendekatan siapa? Jokowi atau Kiai Ma’ruf?

Share: Beda Gaya Kampanye Jokowi dan Ma’ruf, Siapa Lebih Menarik?