Isu Terkini

Banjir Bandang dan Kondisi Alam di Sentani Papua

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Kabar duka datang dari ujung timur Indonesia. Banjir bandang melanda kawasan Sentani, Papua, Jayapura hingga memutus Jalan raya Sentani-Kemiri, Kabupaten Jayapura, Papua, pada Sabtu, 16 Maret 2019 malam. Musibah tersebut terjadi lantaran hujan deras yang mengguyur.

Banjir yang muncul pada akhir pekan itu diduga terjadi karena tingginya intensitas hujan dan dipicu akibat botaknya pegunungan Cycloops. Sejauh ini, tim gabungan terus menemukan korban tewas bencana banjir bandang di Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. Hingga Senin, 18 Maret 2019 pagi, menurut data TNI, terdapat total 70 jenazah yang telah ditemukan.

Terkait informasi itu, Kapendam XVII Cenderawasih Kolonel Inf. Muhammad Aidi menyebutkan, tim gabungan terus menyisir lokasi-lokasi yang terdampak bencana. “Sampai sekarang, sudah 70 orang meninggal dunia karena banjir bandang. 63 orang masih di sini, 7 orang sudah dievakuasi ke Kota Jayapura,” kata Aidi seperti ditayangkan Kompas Petang, Minggu, 17 Maret 2019.

Lebih lanjut, akibat bencana yang berdampak di empat kelurahan di Sentani tersebut yakni Kelurahan Hinekombe, Dobonsolo, Sentani Kota, dan Doyo Baru., sebanyak 4.273 orang mengungsi di empat posko pengungsian yang ada. Hingga kini, pengungsi terbanyak berada di Kantor Bupati Jayapura.

Bantuan logistik, pakaian, dan obat-obatan pun mulai berdatangan, baik dari pemerintah, BUMN, perusahaan swasta dan organisasi kerukunan masyarakat. Sejauh ini, para pengungsi masih membutuhkan banyak bantuan, terutama makanan dan pakaian.

Penyebab Banjir Bandang di Sentani Papua

Banjir bandang tersebut berawal saat daerah Sentani diguyur hujan pada Sabtu, 16 Maret 2019 sekitar pukul 17.00 WIT. Hujan deras itu akhirnya memicu terjadinya longsor di bagian hulu yang materialnya menyumbat sungai hingga membuat air meluap.

“Karakteristik banjir bandang yang sering terjadi di Indonesia diawali adanya longsor di bagian hulu kemudian membendung sungai sehingga terjadi badan air atau bendungan alami,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho saat jumpa pers di Gedung BNPB, Jl Pramuka Raya, Jakarta, Minggu, 17 Maret 2019.

Lebih rinci, Sutopo menjelaskan karena volume air terus bertambah, air meluap dan turun ke dataran bawah yang merupakan kawasan permukiman. Banjir membawa material kayu dan batu dan menerjang rumah warga. Selain itu, BNPB menduga selain karena tingginya curah hujan, banjir di Sentani juga disebabkan karena rusaknya ekosistem di Gunung Cycloop, Jayapura, Papua.

Bahkan seperti diketahui, kerusakan hutan di sana sudah berlangsung sejak lama. Daerah pegunungan yang harusnya menjadi hutan sebagai daerah resapan dan penahan longsor malah disulap menjadi ladang dan kebun. Sehingga, saat hujan deras longsor pun akhirnya mudah terjadi.

“Kemudian digunakan untuk beberapa kebun, ladang dan sebagainya sehingga kerusakan hutan sudah berlangsung beberapa tahun sebelumnya,” ucap Sutopo.

Solusi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga membeberkan penyebab banjir bandang yang terjadi di wilayah Sentani, Papua. Pada Minggu, 17 Maret 2019, lewat akun Twitter resminya @KementerianLHK, mengatakan bahwa terdapat beberapa wilayah terdampak dari musibah banjir tersebut seperti Jayapura Utara dan Selatan, Abepura, Heram, Sentani dan sekitarnya.

Senada dengan penjelasan Sutopo, Kementerian LHK juga membeberkan faktor-faktor penyebab banjir. Berdasarkan laporan Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian DAS, bencana banjir bandang di Sentani, Papua, dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya curah hujan ekstrem, adanya longsor karena proses alami di wilayah timur Sentani, sehingga membentuk bendung alami yang jebol ketika hujan ekstrem.

1. #SobatHijau, segenap keluarga besar #KLHK turut berduka atas bencana banjir bandang di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS ) Sentani, #Jayapura, Sabtu (16/03). Terdapat beberapa wil. terdampak dr musibah tsb, sperti Jayapura Utara & Selatan, Abepura, Heram, Sentani & sekitarnya. pic.twitter.com/3bvqapXwkc— Kementerian LHK (@KementerianLHK) March 17, 2019

“Faktor lainnya adlh terdapat penggunaan2 lahan permukiman & pertanian lahan kering campur, pd Daerah Tangkapan Air (DTA) banjir seluas 2.415 ha. Dan Berdasarkan peta kerawanan banjir limpasan, sebagian besar DTA banjir merupakan daerah dgn potensi limpasan tinggi dan ekstrim,” kata @KementerianLHK lewat cuitannya.

Lebih lanjut, Kementeriah LHK mengatakan bahwa lokasi titik banjir adalah dataran aluvial dan dekat dengan lereng kaki, sehingga secara geomorfologis merupakan sistem lahan yang tergenang. Sejauh ini, upaya yang sudah dilakukan pemerintah adalah rehabilitasi hutan dan lahan pada tahun 2014-2016 lalu, dengan luas wilayah mencapai 710,7 ha pada DTA banjir.

Pihak Kementerian LHK pun menawarkan solusi atas banjir bandang yang terjadi di wilayah Sentani, Papua tersebut. Menurut pihaknya, solusi yang akan diambil adalah mengembalikan kawasan hutan sesuai dengan fungsinya, kemudian melakukan review tata ruang berdasarkan pertimbangan pengurangan resiko bencana dan mengembangkan skema adaptasi di titik banjir.

Lalu, solusi lainnya, melakukan internalisasi Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu (RPDAST) dan Program Rehabilitasi Lahan di hulu dan tengah DAS, terutama kawasan hutan ke dalam indikasi program pada tata ruang.

Sekadar informasi, wilayah Sentani sendiri sebelumnya pernah diterjang banjir bandang tepatnya pada tahun 2007 lalu atau 12 tahun silam. Kala itu, banjir juga menimbulkan korban jiwa dan kerusakan bangunan yang ada di sana.

Share: Banjir Bandang dan Kondisi Alam di Sentani Papua