Isu Terkini

Bagaimana Aturan yang Berlaku Untuk Memberikan Fasilitas Ramah Disabilitas?

Ramadhan — Asumsi.co

featured image
Asumsi.co

Guiding block berwarna kuning yang biasa kita temui di trotoar jalan sebenarnya adalah salah satu alat bantu gerak bagi para kaum difabel. Sayangnya, bisa ditemui di banyak trotoar kalau guiding block itu terhalang pohon, tiang lampu, atau bahkan mengarah pada selokan. Salah satu kota yang ditemui memiliki keadaan seperti itu adalah Jakarta. Bahkan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengakui masih banyak fasilitas umum di Ibu Kota yang belum ramah terhadap kaum disabilitas. Ia mengatakan selama ini banyak pembangunan infrastruktur yang kurang memperhatikan keberadaan penyandang difabel.

“Kalau kita lihat kenyataannya itu belum. Kenyataannya masih banyak fasilitas-fasilitas di Jakarta, fasilitas umum yang belum ramah penyandang disabilitas,” kata Anies usai melepas rombongan pawai obor Asian Para Games 2018 di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Minggu, 30 September 2018.

Maka dari itu, Anies berharap dengan digelarnya Asian Para Games 2018 pada 6-13 Oktober mendatang, bisa dijadikan pelecut semangat Pemprov DKI dan instansi lainnya dalam memenuhi fasilitasi bagi penyandang disabilitas. “Justru adanya Asian Para Games ini harus dijadikan sebagai momentum pembangkit kesadaran. Sudahkah kantor-kantor menyediakan fasilitas akses yang sama,” ucapnya.

Selain itu, Anies mengatakan sejauh ini masih ada sejumlah kantor, fasilitas publik hingga kendaraan umum yang belum ramah bagi kaum difabel. Ia pun meminta semua pihak menumbuhkan kesadaran untuk menyediakan fasilitas untuk kaum difabel.

Berkaca dari perkataan Anies itu, seperti kita ketahui bahwa setiap warga negara termasuk kaum disabilitas memiliki hak yang sama, peluang yang sama, dan kedudukan yang sama dihadapan hukum. Itu juga termasuk mendapatkan perlakuan dan fasilitas yang sama dari negara.

Terkait hak bagi para penyandang disabilitas, sebenarnya hak-hak mereka meliputi aksesibilitas fisik, rehabilitasi, pendidikan, kesempatan kerja, peran serta dalam pembangunan, dan bantuan sosial. Maka dari itu, pemerintah juga harus memberikan pelayanan publik yang baik bagi para penyandang disabilitas. Nah, sekarang permasalahannya adalah apakah ada peraturan yang mengatur hal ini demi tercapainya keadilan hak bagi seluruh rakyat Indonesia? Bagaimana seharusnya keadilan hak-hak tersebut bisa tercapai?

Peraturan Yang Mengatur Hak-hak Kaum Disabilitas

Sebuah kota baiknya memang harus inklusif dan aksesibel untuk semua, termasuk disabilitas yang seringkali terabaikan dalam pembangunan kota. Hal itu tentu mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, pengganti UU No. 4/1997 tentang Penyandang Cacat, yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan paradigma kebutuhan disabilitas.

Maka dari itu, sejalan dengan UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 35/2014 tentang Perlindungan Anak, UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung, UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang, UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dan UU No. 19/2011 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas, pemerintah harus mewujudkan Kota Ramah Disabilitas (KRD).

Sebuah kota yang dikembangkan tentu harus bisa memenuhi hak hidup, mendukung pengembangan diri, kesejahteraan, rasa aman, dan aksesibilitas di ruang publik. Lalu, fasilitas seperti apa sih yang harusnya dikembangkan dan diperoleh kaum disabilitas di sebuah kota seperti Jakarta dan kota-kota lainnya di Indonesia?

Pertama, pengembangan sistem transportasi terpadu bagi disabilitas. Untuk mewujudkan fasilitas ini, tentu harus didukung jalur pejalan kaki yang terhubung dengan zebra cross yang memadai. Selain itu, terowongan bawah tanah (underpass), sampai jembatan penyeberangan orang (JPO) yang dilengkapi tangga berjalan atau lift khusus.

Untuk trotoar sendiri, memang harus dibangun dengan segala akses yang menghubungkan ke/dari halte, terminal bus, dan stasiun kereta api ke/dari sekolah, pasar, perkantoran, pusat perbelanjaan, taman, atau tempat wisata. Akses ini juga harus memiliki jalur-jalur datar dan kesan yang aman dengan tingkat kemiringan maksimal 5 persen supaya bisa dilalui oleh para pengguna kursi roda.

Tak hanya itu saja, agar perjalanan kaum disabilitas lancar, maka jadwal keberangkatan bus dan kereta api harus tepat waktu dan terinformasikan dengan baik. Ruangan bus dan gerbong kereta api juga harus menyediakan ruang khusus bagi disabilitas.

Setiap halte bus yang ada juga harus memiliki fasilitas untuk penyandang disabilitas seperti adanya ramp dan guiding block, atau bahkan memiliki lift khusus di fasilitas publik lainnya. Dalam membangun ramp dan lift, harus mempunyai ‘railling’ untuk mencegah kemungkinan terburuk, misalnya kursi roda terpeleset dan jatuh karena tidak dapat dikendalikan.

Selain itu, tombol lift juga harus dibuat mudah terjangkau oleh penyandang disabilitas yang menggunakan kursi roda. Lalu, media informasi audio visual juga perlu disediakan, termasuk menghadirkan akses tombol yang dilengkapi tambahan tulisan braille.

Faktor keamanan juga mesti menjadi perhatian bagi pembangunan fasilitas umum yang ramah diabilitas. Penyandang disabilitas pun harus tahu apa yang harus dilakukan saat kondisi darurat. Peralatan pertolongan pertama bagi penyandang diasbilitas mesti mudah diakses oleh publik.

Untuk itu, diperlukan juga para petugas pengamanan yang stand by dan memiliki pengetahuan yang cukup bagi penanganan kondisi darurat untuk para penyandang disabilitas.

Lalu, yang kedua adalah soal pembenahan bangunan dan lingkungan melalui penataan ruang publik terpadu. Semua ruang publik seperti jalan, trotoar, zebra cross, JPO, terminal, pasar, taman, stasiun, lobby gedung, hingga pusat perbelanjaan harus benar-benar terhubung dengan baik dan ramah disabilitas.

Misalnya saja trotoar harus dilengkapi paving block khusus (tuna netra) dan biasanya ditandai dengan warna kuning, lalu tekstur permukaan lantainya kasar dan tidak licin (saat hujan), tersedia tempat duduk pelepas lelah, pohon peneduh, pengeras suara pemberi informasi dan peringatan. Selain itu, semua jaringan utilitas di bawah trotoar juga harus dibangun terpadu dengan saluran air tertutup.

Yang lebih penting trotoar harus bebas dari pedagang kaki lima, warung, bengkel, penjual tanaman hias, atau kegiatan komersial lainnya, sehingga pejalan kaki dan pengguna kursi roda dapat leluasa, aman, dan nyaman menggunakan trotoar.

Terkait aturan besaran ruang, tinggi, jarak, dan instrumen yang harus ada secara lengkap dan mendetail dapat merujuk pada Permen PU No. 30/ PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.

Selain fasilitas publik yang ramah disabilitas, pemerintah juga harus mendukung pengembangan industri lokal yang ramah disabilitas, misalnya saja pembuatan kursi roda canggih, lift khusus bagi pemakai kursi roda, teknologi pemandu remote infrared sign system, keramik pemandu tuna netra yang tahan lama, kloset desain universal, kursi roda serta aplikasi aksesibilitas disabilitas di telepon pintar.

Agar fasilitas disabilitas itu bisa digunakan dengan baik, maka diperlukan juga pendidikan dini di sekolah-sekolah dalam rangka sosialisasi, dan latihan simulasi aksesibilitas disabilitas. Pemerintah harus menggiatkan pendidikan dan pelatihan guna menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya aksesibilitas tersebut.

Share: Bagaimana Aturan yang Berlaku Untuk Memberikan Fasilitas Ramah Disabilitas?