Isu Terkini

Abu Bakar Ba’asyir Dibebaskan Tanpa Syarat dan Jejak Hukumnya yang Tarik Ulur

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Abu Bakar Ba’asyir, terpidana kasus terorisme dinyatakan bebas tanpa syarat. Ia akan meninggalkan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, awal minggu depan, tepatnya setelah syarat-syarat administrasi pembebasan diselesaikan. Keputusan itu kabarnya atas persetujuan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mengklaim berhasil meyakinkan Jokowi agar Abu Bakar Ba’asyir dibebaskan. Ia mengatakan bahwa pembebasan Ba’asyir berdasarkan pertimbangan kemanusiaan dan juga kondisi kesehatannya. Penasihat hukum calon presiden (capres) nomor urut 01 Jokowi-Ma’ruf Amin itu pun mengingatkan tentang usia Abu Bakar yang sudah renta.

“Jadi pertimbangan Pak Jokowi memberikan pembebasan ini adalah semata-mata pertimbangan kemanusiaan. Dan, usia beliau yang sudah lanjut, serta pertimbangan beliau juga seorang ulama yang dihormati,” ucap Yusril seusai bertemu Ba’asyir di Lapas Gunung Sindur, Jumat, 18 Januari 2019.

Memang, hingga saat ini Ba’asyir sudah menjalani masa hukuman 9 tahun dari vonis 15 tahun bui yang dijatuhkan kepadanya. Sedangkan, di bulan 17 Agustus nanti, Ba’asyir akan menginjak usia 81 tahun. Presiden, kata Yusril, sangat prihatin terhadap keadaan Ba’asyir. Sehingga Yusril diminta bertemu dan mengajak dialog Ba’asyir yang masih ditahan di LP Teroris Gunung Sindur, Bogor.

Yusril datang ke LP Gunung Sindur ditemani Yusron Ihza dan Sekjen PBB Afriansyah Noor. Keluarga Ba’asyir juga datang dari Solo. Hadir pula pengacara Ba’asyir, Achmad Michdan, yang turut bersyukur atas bebasnya Ba’asyir.

“Kami jelaskan ke beliau, ini betul-betul pembebasan yang diberikan. Pak Jokowi mengatakan bahwa dibebaskan, jangan ada syarat-syarat yang memberatkan beliau. Jadi, beliau menerima semua itu,” ungkap Yusril.

Pernyataan yang diungkapkan Yusril pun dibenarkan oleh Jokowi. Menurut orang nomor satu di Indonesia itu, Ba’asyir sudah termasuk orang yang sudah tua, atau dalam bahasa Jawanya “sepuh”.

“Ya yang pertama memang alasan kemanusiaan, artinya beliau kan sudah sepuh. Ya pertimbangannya pertimbangan kemanusiaan. Karena sudah sepuh. Termasuk ya tadi kondisi kesehatan,” kata Jokowi seusai meninjau Pondok Pesantren Darul Arqam, di Garut, Jumat, 18 Januari 2019.

Selain telah melakukan diskusi dengan pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra, Jokowi mengaku keputusannya itu berdasarkan diskusi yang panjang dengan internal pemerintah, baik itu dari Kepala Kepolisian RI (Kapolri), sampai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam).

“Ini sebuah pertimbangan lama, sudah pertimbangan lama sejak awal tahun yang lalu. Pertimbangan lama, Kapolri, Menkopolhukam, dan dengan pakar-pakar, terakhir dengan Prof. Yusril,” ujar Jokowi.

Wacana Pembebasan Ba’asyir Sejak Maret 2018

Wacana pembebasan Abu Bakar Ba’asyir sebenarnya sudah berhembus sejak awal Maret 2018. Kala itu, berhembus kabar mengenai grasi, yaitu sebuah hak Presiden untuk memberikan pengurangan hukuman. Namun saat itu Abu Bakar Ba’asyir menolak wacara grasi dari Presiden Jokowi.

“Ustaz tak mau (pemberian grasi). Makanya kami juga bingung yang mewacanakan siapa, Ustaz sendiri tidak mau,” kata pengacara Abu Bakar Ba’asyir, Guntur Romli Fattahillah, Kamis, 1 Maret 2018.

Guntur Romli mengatakan Abu Bakar Ba’asyir enggan menerima grasi karena harus mengakui kesalahan yang tak ia lakukan. Meski menolak grasi, memang ada pertimbangan dari World Health Organization (WHO), yaitu apabila seseorang yang sudah berusia 80 seharusnya dirawat oleh anggota keluarga.

Oleh karena itu, Guntur Romli sempat berharap pemerintah bersedia menjadikan Abu Bakar Ba’asyir sebagai tahanan rumah. Sebab, Abu Bakar Ba’asyir sendiri telah menolak grasi.

Vonis Abu Bakar 15 Tahun dengan Tuduhan Terorisme

Terpidana teroris Abu Bakar bin Abud Ba’asyir alias Abu Bakar Ba’asyir divonis penjara selama 15 tahun oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis, 16 Juni 2011. Ketika itu usianya sudah menginjak 73 tahun. Vonis itu dibacakan Herri Swantoro, yang didampingi empat hakim anggota, yakni Aksir, Sudarwin, Haminal Umam, dan Ari Juwantoro.

“Menjatuhkan pidana dengan penjara selama 15 tahun. Menetapkan masa penahanan dikurangkan dari pidana yang dijatuhkan,” kata Herri.

Vonis itu lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum, yakni penjara seumur hidup. Dalam pertimbangannya, hakim tidak sependapat dengan tuntutan jaksa, yang mengatakan bahwa Ba’asyir merencanakan, menggerakkan, dan mengumpulkan dana untuk pelatihan militer di Aceh.

Memang Ba’asyir tidak pernah terbukti secara langsung melakukan tindakan terorisme. Namun, ia kerap kali ditangkap akibat tuduhan makar, alias mengubah asas tunggal Pancasila. Berikut jejak kasusnya:

1983
Abu Bakar Ba’asyir ditangkap bersama dengan Abdullah Sungkar. Ia dituduh menghasut orang untuk menolak asas tunggal Pancasila. Akhirnya Abu Bakar dan Abdullah Sungkar divonis 9 tahun penjara. Namun pada 11 Februari 1985, Mahkamah Agung menjatuhkan sanksi hukuman tahanan rumah. Peluang ini lantas digunakan oleh keduanya untuk melarikan diri ke Malaysia.

1999
Usai rezim Orde baru tumbang, Abu Bakar kembali ke Indonesia. Lantas dia melakukan pengorganisasian Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang bertekad menegakkan Syariah Islam di Indonesia. Hingga di 10 Januari 2002, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukoharjo, Muljadji, menyatakan bahwa pihaknya akan segera melakukan eksekusi putusan kasasi MA. Namun Kejaksaan Agung (Kejagung) membatalkan pelaksanaan eksekusi terhadap Abu Bakar Ba’asyir.

18 Oktober 2002
Ba’asyir kembali ditetapkan tersangka oleh Polri atas pengakuan Omar Al Faruq kepada Tim Mabes Polri di Afghanistan terkait jaringan terorisme. Omar Al Faruq disebut-sebut terlibat dalam sejumlah aksi pengeboman di Indonesia. Hingga akhirnya PN Jakpus memvonis Ba’asyir 4 tahun penjara pada 2 September 2003. Tapi, lagi-lagi putusan ini dibatalkan oleh MA karena tidak terlibat terorisme.

3 Maret 2005
PN Jaksel menghukum Ba’asyir 2,6 tahun penjara karena pemalsuan dokumen. Kemudian bebas setahun kemudian tepatnya pada 14 Juni 2006 karena karena mendapatkan remisi 4,5 bulan.

9 Agustus 2010
Abu Bakar Ba’asyir kembali ditangkap seusai mengisi pengajian di Tasikmalaya, Jawa Barat. PN Jaksel menjatuhkan pidana 15 tahun penjara dengan tuduhan membiayai Rp 1,39 miliar untuk pelatihan militer di Aceh pada 16 Juni 2011. Namun Pengadilan Tinggi Jakarta meringankan hukuman Abu Bakar mejadi 9 tahun penjara. Pada November 2011
Tim Pengacara Muslim mengajukan kasasi ke MA, namun justru membuat Ba’asyir harus kembali menjalani hukuman awal, yaitu 15 tahun penjara.

Share: Abu Bakar Ba’asyir Dibebaskan Tanpa Syarat dan Jejak Hukumnya yang Tarik Ulur