Isu Terkini

Abu Bakar Ba’asyir Dibebaskan Meski Tolak Pancasila dan Wacana Melawan Terorisme

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Narapidana kasus terorisme Abu Bakar Ba’asyir menolak menandatangani dokumen ikrar setia pada Pancasila. Salah satu alasannya lantaran di dokumen berisi poin pengakuan bersalah atas tindak pidana terorisme yang menjeratnya. Ba’asyir yang akan segera bebas tanpa syarat itu merasa tidak pernah melakukan tindakan terorisme seperti yang putusan pidana yang menimpanya saat ini.

Terorisme, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan memang tak pernah diakui oleh Ba’asyir dalam sidang. Termasuk dugaan yang dituduhkannya seperti melakukan perencanaan dan pendanaan latihan militer di Janto, Aceh. Oleh sebab itu, ia enggan memberikan tanda tangannya.

“Surat itu dalam satu surat yang isinya sekaligus. Pertama mengakui dia bersalah. Kedua menyesali perbuatan itu dan tidak mau mengulangi perbuatannya lagi. Itu saja sudah salah. Baru setia kepada NKRI dan Pancasila. (Poin-poin) itu satu kesatuan,” kata kuasa hukum Ba’asyir, Achmad Michdan, di The Law Office of Mahendradatta, Jakarta Selatan, pada Senin, 21 Januari 2019.

Kuasa hukum Ba’asyir lainnya, Mahendradatta pun mengatakan hal yang sama. Ia mengaku kliennya merasa tidak terlibat dalam perencanaan dan pendanaan latihan militer di Aceh untuk gerakan terorisme. Sebab saat itu Ba’asyir hanya mengetahui bahwa latihan tersebut untuk para mujahid yang ingin berangkat ke Palestina dengan latihan-latihan yang bersifat sosial.

“Jadi kalau ada tuduhan bahwa ustaz (Ba’asyir) mengetahui itu latihan militer sehingga membentuk angkatan perang, ustaz tidak mau,” Mahendradatta.

Sikap Koalisi dan Terciptanya Pancasila

Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menanggapi Abu Bakar Baasyir yang enggan menandatangani janji setia kepada Pancasila. Menurut Hasto Kristiyanto, Pancasila dan NKRI merupakan harga mati bagi seluruh warga Indonesia, tidak boleh ada satu pun yang lepas dari ideologi negara tersebut.

“Setiap warga negara Indonesia wajib untuk setia pada Pancasila dan NKRI. Jadi PDIP sangat kokoh di dalam menjalankan perintah konstitusi itu,” kata Hasto Kristiyanto di Kantor DPC PDIP Jakarta Timur, Minggu, 20 Januari 2019.

Bahkan Hasto mengatakan bahwa siapa pun yang tidak berkomitmen kepada Pancasila, dipersilakan untuk mencari status warga negara baru di luar Indonesia.  “Sekiranya tidak mau punya komitmen yang kuat tehadap NKRI sebagai kewajiban warga negara, ya dipersilakan untuk jadi warga negara lain,” tutur Sekretaris TKN Jokowi-Maruf Amin itu.

Meski begitu, Hasto mengklaim bahwa partai tetap komitmen mendukung keputusan Jokowi dalam membebaskan Ba’asyir. Ia juga menekankan, keputusan pembebasan Abu Bakar Baasyir tidak berhubungan dengan politik. Melainkan, sepenuhnya murni atas pertimbangan kemanusiaan.

“Itu sudah kami jelaskan bahwa ini lebih kepada aspek kemanusiaan. Tetapi prinsip kemanusian tidak boleh melanggar konstitusi, karena itulah terkait dengan Pancasila dan NKRI itu tidak bisa ditawar,” papar Hasto Kristiyanto.

Pancasila sebagai falsafah dan dasar negara itu sendiri terbentuk dan terangkum dalam sejumlah dokumen. Salah satunya di dalam buku Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945 karya Muhammad Yamin yang terbit pada 1959, Kesaksian KH Masjkur, dan Risalah Sidang BPUPKI yang disusun Sekretariat Negara pada 1998.

KH Masjkur, anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerderkaan Indonesia (BUPKI) bercerita bahwa awalnya Indonesia ingin dibentuk berdasarkan agama Islam. Namun akhirnya diganti dengan Ketuhanan yang Maha Esa.

Dalam Arsip Nasional pada 1 Oktober 1988 para anggota BUPKI berdiskusi hingga dini hari sampai terjadi adanya lima kesimpulan falsafah dasar negara. Angka lima itu pun masih merujuk pada rukun Islam yang lima. “Mau saya usulkan Pancasila. Awas kalau ada yang mengacau. Awas!” kata Sukarno.

KH Masjkur, KH Wahid Hasyim, Abdul Kahar Mudzakir dan Muhammad Yamin pun tertawa. Pertemuan mereka pun berakhir untuk salat Subuh. Di hari berikutnya, 1 Juni 1945 Sukarno membacakan pendapatnya soal dasar negara. Seperti dikutip dari Risalah Sidang BPUPKI, Bung Karno menyampaikan dasar-dasar Negara yakni: Kebangsaan Indonesia, internasionalisme, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan Ketuhanan.

“Saudara-saudara! ‘Dasar-dasar Negara’ telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar. (…) Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa–namanya ialah Pancasila,” kata Sukarno.

Klaim PSI dan Wacananya Memberantas Terorisme

Juru bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Guntur Romli ikut bersuara dalam putusan pembebasan Ba’asyir. Menurutnya, salah satu alasan terkuat dibebaskannya Ba’asyir yaitu karena faktor umur dan penyakit. “Kondisi kesehatan ABB yang terus memburuk dan dikhawatirkan meninggal dalam penjara,” ujar Romli.

Romli mengatakan, bila Ba’asyir benar-benar meninggal dalam penjara, hal itu dapat dijadikan ruang bagi lawan politik Jokowi untuk menyerang dan membuat suhu pilpres memanas. Ia juga mengaitkan pembebasan Ba’syir dengan pembebasan mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (BTP).

“Kalau sampai hal ini terjadi, ABB meninggal dalam penjara, sementara BTP bebas, yang bagi lawan-lawannya tetap dituduh ‘penista agama’. Maka akan menjadi amunisi lawan-lawan politik Jokowi untuk menyerang dan menjadi gorengan panas untuk Pilpres 2019,” kata Romli.

Terkait kondisi Ba’asyir yang ditakuti akan kembali menyebarkan paham terorisme, Romli menilai hal tersebut tidak akan terjadi karena kondisi Ba’asyir yang kerap jatuh sakit. Namun, menurutnya, bila Ba’asyir tetap menyebarkan paham terorisme, aparat hukum akan kembali menangkapnya.

“Saya ingin membantu dengan dua prediksi. Pertama, ABB sudah sangat sepuh, lemah, dan sakit-sakitan, maka akan lebih fokus pada kesehatan dan ibadah mendekatkan diri pada Allah SWT daripada hal-hal lainnya. ABB juga telah menjalani dua pertiga masa tahanan, keluarga ABB pastilah akan menjaganya dan tidak mau lagi terpisah dan menderita lagi masuk penjara,” tutur Guntur Romli.

PSI sendiri pernah mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersatu melawan terorisme. PSI menilai perlawanan terhadap terorisme tidak terkait faksi atau pandangan politik dan dukungan pada pemilihan presiden (pilpres) 2019.  “Sudah tidak penting pendukung Jokowi atau pendukung hashtag #2019gantipresiden. Sudah tidak penting lagi. Terorisme bukan islam. Terorism has no religion,” kata Juru Bicara PSI Dedek Prayudi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 12 Mei 2018 silam.

Namun, kini Ba’asyir yang sempat divonis 15 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2011 silam didukung pembebasannya. Dalam persidangannya kala itu, Ba’syir dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan menggerakkan orang lain dalam penggunaan dana untuk melakukan tindak pidana terorisme.

Saat itu, persidangan digelar untuk dakwaan primer keterlibatan Ba’asyir dalam pelatihan militer di Janto, Aceh. Atas vonis tersebut Pimpinan dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jateng itu sempat mengajukan mekanisme hukum lain, termasuk Peninjauan Kembali. Namun, upayanya kandas di tangan Mahkamah Agung.

Sejak vonis, Ba’asyir telah menjalani hukuman kurang lebih 9 tahun di penjara. Awalnya, ia dibui di Nusakambangan. Namun, karena kondisi kesehatan yang menurun, Ba’asyir pun dipindahkan ke Lapas Gunung Sindur, Bogor pada 2016 lalu.

Share: Abu Bakar Ba’asyir Dibebaskan Meski Tolak Pancasila dan Wacana Melawan Terorisme