Isu Terkini

Sederet Solusi Tangani Banjir DKI Jakarta

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Jakarta banjir lagi. Kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan belum berhasil mengatasi banjir hilang dari DKI Jakarta. Pada hari Jumat (26/4) pukul 12 siang, setidaknya tercatat ada 32 titik banjir di seluruh DKI Jakarta. Puluhan titik banjir tersebut berada di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Ketinggian banjir berada di kisaran 10 cm hingga 250 cm. Diperkirakan, ada 285 Kepala Keluarga, atau sekitar 2.258 jiwa yang harus mengungsi akibat banjir tersebut.

Titik banjir ini memang tidak sebesar banjir bersejarah DKI Jakarta di tahun 2007 lalu. Kala itu, banjir menggenangi hingga 60 persen wilayah DKI Jakarta, dengan kedalaman hingga 5 meter di beberapa titik lokasi. Meski demikian, tetap saja itu artinya Pemerintah DKI Jakarta belum berhasil menghapuskan banjir dari DKI Jakarta.

Anies bukannya tidak memiliki solusi. Dahulu, ia pernah mewacanakan akan melakukan normalisasi kali Ciliwung. Ia berencana untuk menciptakan ekosistem lingkungan di pinggir Kali Ciliwung sehingga air-air yang melalui Kali Ciliwung akan terserap kembali ke tanah dan tidak perlu dialirkan hingga ke laut. Meski demikian, proyek ini masih mandek dan belum terselesaikan dengan baik.

Menghadapi banjir kali ini, Anies pun menawarkan solusi baru. Ia mewacanakan akan membuat waduk agar dapat menampung debit air terutama yang melalui Kali Ciliwung. Ia merasa bahwa volume air yang begitu besar harus ditampung ke dalam sebuah waduk sehingga tidak menjadi banjir di perumahan warga.

“Mau tidak mau harus membuat waduk karena bicaranya tentang volume air yang besar sekali. Jadi tidak cukup kalau kita hanya menangani di sini. Apapun yang kita tangani di sini kalau volume airnya besar sekali dari sana, datangnya bersamaan akan selalu menimbulkan limpahan air,” ujar Anies, ketika ditemui wartawan di Pintu Air Manggarai, Jumat (26/4).

Mengubah Pola Pemukiman

Selain waduk atau normalisasi sungai, sebenarnya ada cara-cara lain yang bisa diadopsi oleh Anies dan sudah terbukti ampuh. Cara pertama adalah membangun kota dengan pola radial segaris-bercabang (radial linear-brancing pattern) yang mengombinasikan pengaturan zona lahan dan infrastruktur transportasi publik. Cara ini sudah dilakukan oleh Curitiba, ibu kota negara bagian Parana, Brasil. Dengan menciptakan pembangunan kota berbentuk sumbu radial, Curtiba dapat mengubah area yang rawan banjir (terutama pemukiman kumuh) menjadi danau buatan dan taman yang dapat digunakan untuk menampung banjir.

Dalam melaksanakan strategi ini, termasuk untuk merelokasi wilayah pemukiman kumuh, diperkirakan memakan biaya yang jauh lebih rendah daripada harus membangun kanal banjir. Relokasi dalam sumbu radial ini juga tidak menimbulkan masalah karena relokasi justru berhasil meningkatkan efisiensi dan produktivitas, alih-alih menjauhkan warga dari tempat mencari nafkahnya.

Membangun Kanal Bawah Tanah

Cara lain yang bisa dilakukan Anies adalah mengikuti apa yang dilakukan oleh ibu kota Jepang, Tokyo. Kota ini membangun Deep Tunnel (terowongan bawah tanah) yang didesain untuk mengatasi banjir, terutama pada musim hujan dan badai topan. Hujan yang bisa turun 4-5 hari tanpa henti memaksa Jepang untuk berinovasi. Hal ini lah yang membuat Jepang sampai pada kesimpulan harus membangun Deep Tunnel.

Meski terbukti ampuh, pengerjaan Deep Tunnel ini jauh lebih memakan biaya dan waktu. Tokyo Deep Tunnel dibangun selama 19 tahun dan menyedot banyak uang kas APBD Tokyo. Pengerjaan yang begitu lama dilakukan dengan penuh kehati-hatian, karena dibutuhkan analisis geologis, ekonomi, dan sosial yang mendalam. Struktur Deep Tunnel ini harus tahan gempa, kuat menahan air yang beratnya jutaan galon, dan mengkaji seperti apa penggunaan APBD berdampak pada pelayanan publik di Tokyo. Beruntung, semua berjalan dengan lancar dan Tokyo berhasil membangun Deep Tunnel-nya dengan baik.

Pipi Monyet ala Kota Bangkok

Satu kota yang serupa dengan Jakarta adalah Bangkok. Namun bedanya, kota ini telah berhasil mengatasi permasalahan banjir. Dengan sistem bernama ‘Pipi Monyet’, Bangkok membangun sistem penampungan yang terdiri dari 21 wadah penampungan air hujan. Penampungan ini diperkirakan dapat menampung air hujan yang berlebih hingga 30 juta kubik. Di musim panas, Pipi Monyet ini menjadi sumber air untuk warga kota Bangkok.

Nama Pipi Monyet sendiri terinspirasi dari pipi seekor monyet yang dapat menampung makanan di pipinya hingga menggembung. Monyet, yang menyimpan makanan di pipinya, ketika merasa lapar akans memakan makanan yang disimpan di pipinya tersebut.

Share: Sederet Solusi Tangani Banjir DKI Jakarta