Isu Terkini

Proyek PLTA yang Dibiayai Bank of China Masih Jadi Polemik dan Ancaman Bagi Habitat Orang Utan

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Wacana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara (Sumut) masih menimbulkan pro kontra. PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) sebagai pihak pengembang meminta masyarakat dan berbagai pihak untuk mendukung pembangunan tersebut. Permintaan dukungan itu disampaikan langsung oleh Vice President Communication and Social Affair NSHE Firman Taufick, setelah adanya gugatan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang dibatalkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.

“Kami memberikan apresiasi atas keputusan yang sudah diambil PTUN Medan. Kini saatnya semua pihak mendukung pembangunan PLTA Batang Toru yang memiliki manfaat besar dari sisi energy, ekonomi, dan lingkungan bagi masyarakat Sumut, Indonesia dan dunia dalam menghadapi perubahan iklim. Kami juga mengundang para ahli untuk bekerjasama dengan kami untuk membuat program konkrit dalam menjaga ekosislem Batangtoru, termasuk konservasi orangutan,” kata Firman.

Baca Juga: Orang Utan Makin Terancam, Perhatian Pihak Asing, dan Ancaman Pembangunan

Firman mengatakan, proyek pembangunan PLTA Batang Toru ini, merupakan proyek yang sangat essensial. Ia mengklaim bahwa pembangunan yang akan dijalankannya itu akan sangat dibutuhkan oleh Indonesia dan dunia. Sebab kapasitasnya digadang-gadang mencapai 510 megawatt (mw).

“PLTA ini mampu memberikan banyak manfaat kepada masyarakat dan pemerintah, khususnya untuk mengurangi emisi karbon serta biaya untuk pembelian bahan bakar pembangkit listrik,” tuturnya.

Namun di samping itu, pembangunan bendungan untuk PLTA yang bernilai miliaran dolar tersebut juga mengancam habitat orang utan terlangka di dunia. Apalagi lokasi yang dipilih merupakan hutan Batang Toru yang berstatus sebagai hutan lindung. Di sana merupakan habitat orang utan Tapanuli, spesies orang utan langka yang kini sisanya tinggal 800 ekor saja. Tidak saja orang utan Tapanuli yang terancam, tapi juga hewan-hewan yang terancam punah lainnya, seperti owa, siamang, dan harimau Sumatera.

Perlawanan dari Aktivis Lingkungan

Menurut dokumen-dokumen perusahaan, seperti dilaporkan kantor berita AFP, PT Hydro Energy Sumatera Utara, pengembang PLTA tersebut mendapat dukungan dari Sinosure, sebuah badan usaha milik negara (BUMN) Tiongkok, yang memberikan asuransi untuk proyek-proyek investasi di luar negeri dan dari Bank of China. Proyek yang bernilai $1,6 miliar tersebut telah memicu perlawanan dari para aktivis lingkungan, yang mengatakan proyek ini berpotensi mengganggu lingkungan.Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumatera Utara sendiri telah sudah menyurati Bank of China sebagai penyandang dana proyek ini.

Dana Prima Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi Sumut mengatakan di tengah neraca keuangan negara tak stabil, sudah sepantasnya proyek PLTA itu disetop. Sebab hanya akan menimbulkan kerugian lebih besar. Oleh sebab itu, pihaknya menuntut pemerintah menghentikan proyek bendugan PLTA yang merusak ekosistem itu.

“Walhi bersama-sama dengan beberapa akademisi terus menyuarakan penghentian pembangunan PLTA Batang Toru,” ujar Tarigan.

Upaya para pemerhati lingkungan untuk menyelamatkan orang utan Tapanuli dari dampak proyek PLTA Batangtoru hampir menunjukkan hasil. Bank of China menyatakan akan mengevaluasi kembali pendanaan proyek tersebut melalui situs resminya pada 4 Maret 2019 kemarin. Pernyataan tertulispun beredar tepat tiga hari setelah para aktivis protes di kedutaan-kedutaan Tiongkok di berbagai kota termasuk Jakarta, New York, Hong Kong, Manila dan Johannesburg.

“Kami berkomitmen untuk mendukung perlindungan lingkungan hidup global dan menegakkan prinsip-prinsip green finance. Bank of China akan mengevaluasi proyek tersebut (PLTA Batang Toru) dengan sangat hati-hati dan mengambil keputusan yang bijak dengan mempertimbangkan promosi pendanaan hijau, sebagai tanggung jawab sosial kami dan juga kepatuhan terhadap prinsip komersial,” tulis mereka.

Tapi, menurut Tarigan, pernyataan Bank of China itu masih terlalu normatif. Dari email mereka ke Walhi Sumut, katanya, juga menyebutkan keputusan bank masih akan mengevaluasi hati-hati. “Belum ada sikap tegas menghentikan pendanaan buat proyek itu,” katanya.

Padahal menurut Tarigan, tak hanya hewan dan lingkungannya saja yang terancam. Keberadaan manusia pun juga bisa terancam dengan kehadiran bendungan PLTA. Sebab, di sana merupakan zona merah gempa, warga juga masih memiliki ketergantungan dengan keberadaan sungai yang ada di sana.

“Pertanyaan saya kalau bendungan jebol, masyarakat terdampak di desa mana, berapa jumlahnya, PLTA tidak bisa menjawab. Mereka mengatakan analisis itu tak pernah dibuat. Padahal, kasus serupa sudah terjadi dimana jebol bendungan di Laos dan Brasil. Itu sangat mungkin terjadi di Batang Toru,” ujar Tarigan khawatir.

Share: Proyek PLTA yang Dibiayai Bank of China Masih Jadi Polemik dan Ancaman Bagi Habitat Orang Utan