Budaya Pop

Kenapa Film “Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak” Layak Dibanjiri Penghargaan Film, Termasuk Piala Citra 2018?

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak (selanjutnya akan disebut Marlina) berhasil menyabet Piala Citra 2018. Penghargaan ini diberikan saat acara Festival Film Indonesia (FFI) yang digelar pada Minggu, 9 Desember 2018 di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat.

Kategori Film Cerita Panjang Terbaik sebagai pamungkas ajang penghargaan film tertinggi di Indonesia itu dibacakan oleh Chand Parwez, produser sejumlah film ternama. Ia menyebutkan bahwa film Marlina adalah pemenang dan membuat seluruh kru dan pemain film maju ke atas panggung. Piala Citra untuk kategori paling utama tersebut diterima oleh produser film ‘Marlina’, Rama Adi dan Fauzan Zidni.

“Piala Citra adalah bentuk penghargaan, kami senang kalau kami dihargai di negeri sendiri, di negeri tempat kami tinggal dan hidup. Kami bangga karena film kita udah ke mana-mana, tapi yang paling bikin orang tua bangga tetap dari penghargaan yang ada di negara sendiri,” kata Rama Adi selaku produser dan penulis skenario ditemui di Teater Taman Ismail Marzuki, kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu malam, 9 Desember 2018.

Akhirnya, “Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak” produksi @cinesurya @kaningapictures dan HOOQ Originals menjadi pemenang kategori Film Terbaik Piala Citra 2018! #PialaCitra2018 #FFI2018 #FilmBagusCitraIndonesia pic.twitter.com/QG16M1drIr— Piala Citra 2018 (@festivalfilmid) December 9, 2018

Marlina pun berhasil unggul dalam 9 kategori lainnya, dan membuatnya menjadi jawara umum Piala Citra Festival Film Indonesia 2018. Dari 15 nominasi yang diperoleh, film Marlina berhasil memenangkan 10 kategori, yaitu:

  1. Film Cerita Panjang Terbaik
  2. Sutradara Terbaik: Mouly Surya
  3. Pemeran Utama Wanita Terbaik: Marsha Timothy
  4. Pemeran Pendukung Wanita Terbaik – Dea Panendra
  5. Penulis Skenario Asli Terbaik – Mouly Surya dan Rama Adi
  6. Pengarah Sinematografi Terbaik – Yunus Pasolang
  7. Penata Musik Terbaik – Zeke Khaseli dan Yudhi Arfani
  8. Penata Suara Terbaik – Khikmawan Santosa dan Yusuf A Patawari
  9. Penyunting Gambar Terbaik – Kelvin Nugroho
  10. Pengarah Artistik Terbaik – Frans XR Paat

Selain penghargaan dari FFI, sebelumnya Marlina juga mendapatkan apresiasi di berbagai festival film internasional. Beberapa di antaranya adalah Festival Film Sitges, Tokyo FILMeX, dan Penghargaan Maya. Marlina juga sempat beberapa kali masuk nominasi di penghargaan film internasional ternama seperti AFI Fest, Penghargaan Layar Asia Pasifik, Festival Film Goteborg, Penghargaan Film Asia.

Lalu, hal apa yang membuat Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak mendapatkan banyak penghargaan?

Angkat Isu Perempuan

Jika belakangan dunia perfilman lokal lagi hobi membuat film horor, komedi, dan percintaan, Marlina hadir dengan genre yang berbeda. Sosok Marlina, seorang janda yang suaminya baru meninggal dunia, ia harus menerima kenyataan bahwa kini tak ada lagi sosok pelindung bagi dirinya. Di dalam cerita, Marlina belum punya anak karena dulu ia pernah keguguran. Rumahnya di tengah-tengah padang sabana di Sumba, dan jauh dari jangkauan orang-orang.

Keadaan itu membuat ia tak punya pilihan untuk kabur saat dirampok oleh Markus dan gerombolannya. “Mau ambil kamu uang, semua kamu ternak, kalau masih ada waktu, tiduri engkau, kita betujuh,” begitu jawab Markus dengan logat Sumba-nya yang diperankan oleh aktor Egi Fedly.

Kisah Marlina terbagi dalam empat babak: Perampokan, Perjalanan, Pengakuan, dan Kelahiran. Masing-masing cerita bukan hanya tentang perjalanan seorang perempuan yang jadi korban perkosaan dalam mencari keadilan, tetapi juga memotret bagaimana sistem patriarki yang semerawut.

Meski sudah berhasil menewaskan para perampok dan pemerkosanya, Marlina tetap ingin mendapatkan keadilan. Ia mengadukan penderitaannya pada polisi (Ozzol Ramdan), namun sang polisi menyuruh Marlina untuk bersabar.

Ya, meski terlihat tangguh, perempuan Indonesia masih membutuhkan perlindungan. Seperti halnya cerita Novi dalam film yang sama, perempuan yang hamil tua itu berusaha keras meyakinkan suaminya tentang kekeliruan dari mitos-mitos yang beredar di Sumba. Begitu juga dengan Marlina, ia tetap membutuhkan mayat suaminya yang telah menjadi mumi untuk tempat mengadu.

Kultur mengenaskan ini sangat menarik tanpa harus ada unsur drama yang berlebihan. Penonton tidak perlu menangis sesenggukan tapi tetap bisa merasakan miris, bahkan menontonnya membuat hati terasa diiris.

Narasi Visual yang Jarang Dipakai Sutradara Indonesia

Mungkin beberapa orang yang tidak biasa menonton film sarat makna dalam satu scene akan merasa bosan dengan film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak. Sebab, film-film lokal lebih banyak menekankan dialog antar tokoh daripada pemberian makna dalam visual yang digambarkan. Film Marlina sendiri jarang memberikan cut-to-cut dalam setiap adegannya, ia kerap membiarkan satu scene berjalan dengan lambat hanya di satu tempat dan satu angle kamera saja.

Namun semua itu terselamatkan berkat tangan sang pengarah sinematografi yang berhasil mengambil sudut terbaik dari setiap gambar. Maka tak heran, Yunus Pasolang juga mendapatkan penghargaan sebagai Pengarah Sinematografi terbaik di Festival Film Indonesia. Sebab ia benar-benar berhasil memberikan makna dari setiap gambar yang direkam.

Konsep seperti ini masih jarang digunakan di film-film Indonesia sebab bisa jadi penonton akan kebingungan mengambil arti. Namun hal itu tidak terjadi pada Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak, ia tetap sukses membuat penontonnya terperangah.

Film Berlatar Sumba yang ‘Anti Mainstreem’

Sebagai sutradara sekaligus penulis asli, Moly Surya cukup unik dalam memilih latar tempat dan budaya dalam filmnya. Sabana luas di Sumba dengan suasana seperti film western itu tetap tampak natural, tidak seperti film yang membawa latar kota metropolitan ataupun film daerah yang aktornya belum berhasil menguasai logat dan budaya.

Mengambil Sumba sebagai latar, sang sutradra sepertinya sedang ingin memberikan sisi lain dari Indonesia. Meski Tanah Air masyarakatnya mayoritas Muslim, namun Indonesia juga punya kelompok lain, dalam hal ini Marapu, sebagai kepercayaan lokal Sumba.

Perlu diketahui pula, berkat keistimewaannya, film Marlina juga akan mewakili Indonesia untuk tampil di ajang Academy Awards ke-91 atau Piala Oscar 2019. Kabar ini disampaikan secara langsung oleh Ketua Komite Seleksi Film Indonesia Christine Hakim saat berada di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 18 September 2018 kemarin.

Christine Hakim mengutarakan bahwa penilaiannya dilakukan berdasarkan kritieria yang telah ditetapkan oleh Indonesian Academy Awards Selection Committee dengan menyandingkan 100 film nasional lainnya yang rilis tahun lalu. Keputusan ini juga sudah sesuai dengan pedoman Foreign Language 2018, serta regulasi dari Academy of Motion Pictures Arts and Sciences (AMPAS). Kata Christine, dalam ajang Piala Oscar 2019 nanti, Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak diharapkan bisa masuk dalam nominasi Film Bahasa Asing Terbaik.

Share: Kenapa Film “Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak” Layak Dibanjiri Penghargaan Film, Termasuk Piala Citra 2018?