Isu Terkini

“Kartu Sakti” Jokowi Berikan Gaji Bagi Pengangguran, Gimana Anggarannya?

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Rencana calon presiden (capres) petahana Joko Widodo (Jokowi) untuk meluncurkan program barunya mendapatkan kritikan dari pihak oposisi. Juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Mohammad Nizar Zahro, mengkritik program Kartu Pra Kerja yang akan diluncurkan Jokowi jika terpilih kembali menjadi presiden di Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Menurut Nizar, program Kartu Pra Kerja itu akan membebani keuangan negara.

“Untuk gaji guru saja kita utang. Masak, Pak Jokowi mau tambah utang baru untuk gaji pengangguran?” kata Nizar, dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 6 Maret 2019.

Nizar menjelaskan program ini akan membebani keuangan negara karena ada tujuh juta Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS). Jika per orang mendapatkan Rp 1 juta, maka, kata Nizar, pemerintah butuh mengeluarkan biaya hingga Rp 7 Triliun. Dibanding melaksanakan program Kartu Pra-Kerja, menurut Nizar, lebih tepat pemerintah untuk menuntaskan janji kampanye di Pemilu sebelumnya.

Baca Juga: Rencana Jokowi Terbitkan 3 Kartu Sakti Baru, Bagaimana Kabar yang Lama?

“Daripada bagi-bagi kartu, Jokowi sebaiknya tunaikam janji tahun 2014, angkat honorer K2 menjadi ASN seluruhnya,” tambah Nizar.

Nizar menilai, program Kartu Pra-Kerja tidak efektif menurunkan angka pengangguran di Indonesia. Menurutnya, salah satu solusi atasi pengangguran adalah memperbaiki kualitas pendidikan dengan menyiapkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan industri di Indonesia.

“Yang perlu dipersiapkan adalah SDM yang berkualitas, caranya dengan perbaiki kurikulum pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja, bukan bagi-bagi kartu,” kata politikus Partai Gerindra ini.

Kartu Sakti Tak Akan Bebankan APBN

Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hendrawan Supratikno yakin tiga ‘kartu sakti’ Jokowi tidak akan mengganggu Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Sebab menurut Hendrawan, progam kartu-kartu tersebut sudah dibahas DPR. Ketiganya yaitu sembako murah, kartu Indonesia pintar untuk perguruan tinggi, dan kartu pra kerja untuk pelatihan vokasi.

“Ya tidak, karena programnya sudah dibahas di DPR,” kata Hendrawan. Anggota Komisi XI ini menjelaskan, segala bentuk program jaminan kesejahteraan masyarakat juga sudah direncanakan masuk ke APBN.

Senada dengan Hendrawan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengatakan bahwa tiga kartu baru tersebut tidak akan membebani anggaran belanja dalam APBN. Menurut Sri Mulyani, tiga kartu sebagai medium penyaluran bantuan sosial justru menjadi medium penyaluran bantuan yang lebih terkonsolidasi. Karena sebelumnya alokasi bantuan sosial tersebar di pos belanja beberapa Kementerian berdasarkan sektor bantuan tersebut.

“Dari sisi anggaran, mungkin tidak akan menimbulkan suatu ledakan tapi bahkan merupakan sesuatu yang jauh lebih akuntabel karena dana-dana yang selama ini, mungkin terfragmentasi, agar bisa menjadi jauh lebih terkonsolidasi dengan baik,” kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani mencontohkan, selama ini di sektor pendidikan terdapat bantuan dalam berbagai bentuk seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Bidik Misi, beasiswa dari Kementerian Agama, hingga melalui Dana Pengembangan Pendidikan Nasional yang dikelola Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Begitu juga di sektor kesehatan, selama ini ada bantuan melalui PAUD dalam rangka pemenuhan gizi dan bantuan pangan, bantuan imunisasi lewat PKH, serta Kartu Indonesia Sehat (KIS).

“Maka ini bisa didesain integrasinya yang menurut saya merupakan suatu langkah yang bagus dan akan lebih baik dampaknya,” ujar Sri Mulyani.

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf Amin, Moeldoko menegaskan kartu Pra-Kerja hanya bersifat sementara. Penerima hanya akan mendapatkan tunjangan saat masa menunggu pekerjaan. “Kalau penjelasan dari Pak Jokowi sambil menunggu ada pekerjaan, karena bagi yang lagi bimbang jadi penyanggah awal, bukan seterusnya,” ujar Moeldoko di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 5 Maret 2019.

Menurut Moeldoko, pemegang kartu Pra-Kerja akan diberikan pelatihan untuk meningkatkan keahliannya agar dapat diterima di sebuah perusahaan. Ketika sudah bekerja maka kartunya dicabut. “Kalau dua bulan sudah mendapatkan pekerjaan ya dicabut dong,” sebutnya.

Rencana ini pula sebenarnya tidak muncul begitu saja menjelang Pilpres. Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) sudah menggodok kebijakan tersebut sejak 2016 silam. Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menjelaskan pemerintah telah berencana memberikan tanggungan bagi warga negara Indonesia yang telah masuk masa kerja, tetapi belum memiliki pekerjaan (unemployment benefit.

Bambang menjelaskan, unemployment benefit sendiri memang sudah diberikan di negara lain. Utamanya, kepada para pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja di tempat mereka bekerja. “Sehingga ada bantalan, ketika dia harus mencari pekerjaan baru,” ungkapnya pada Kamis, 3 November 2016 lalu.

Negara yang Berikan Gaji Pada Warganya yang Pengangguran

Finlandia menjadi negara pertama di Eropa yang membayar pengangguran. Warga Finlandia yang menganggur tersebut akan menerima pendapatan bulanan sebesar 560 euro (587 dolar AS atau sekitar Rp 7,9 juta). Finlandia pun bukanlah satu-satunya negara yang memberikan tunjungan kepada warganya yang belum memliki pekerjaan.

Selain Finlandia, Negara Eropa yang ramah pengangguran adalah Inggris. Di sana, seseorang bisa mendapatkan tunjangan sekitar Rp 1,3 jutaan per minggunya. Untuk tunjangan anak-anak juga disediakan pemerintah meski jumlahnya lebih sedikit.

Anggaran untuk para pengangguran pada tiap negara pun berbeda-beda. Di Jerman misalnya, subsidi pengangguran di Jerman dibebankan dari tiga persen pendapatan penduduknya. Pekerja usia di bawah 50 tahun bisa mengklaim selama satu tahun. Pekerja di atas 50-54 tahun bisa meminta subsidi selama 15 bulan.

Sementara di Amerika, tunjangan tersebut justru telah dihapus kebijakannya per 2013 lalu. Lebih dari satu juta orang Amerika kehilangan tunjangan pengangguran setelah program federal darurat berakhir pada hari Sabtu, 28 Desember 2013. DPR di sana gagal menyepakati perpanjangan skema bantuan.

Sebelumnya, mantan Presiden George W. Bush memperkenalkan rencana bantuan ini tahun 2008 pada awal resesi. Dalam program, para penganggur menerima gaji bulanan rata-rata US$1.166 (Rp14 juta) sampai 73 minggu. Gedung Putih mengatakan program ini telah menyelamatkan jutaan keluarga keluar kemiskinan, tetapi banyak kalangan dari Partai Republik berpendapat bahwa skema bantuan senilai US$25 miliar per tahun ini terlalu mahal.

Share: “Kartu Sakti” Jokowi Berikan Gaji Bagi Pengangguran, Gimana Anggarannya?