Isu Terkini

‘Critical Eleven’ dan 90 Detik yang Berharga untuk Menyelamatkan Diri di Pesawat

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Peristiwa jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 rute Jakarta-Pangkal Pinang di perairan Tanjung Karawang pada Senin, 29 Oktober 2018 pagi, mengingatkan kita akan pentingnya memperhatikan keselamatan dalam penerbangan. Kadang masih banyak dari kita yang mengabaikan petunjuk keselamatan tersebut.

Kalian pasti tau dan sadar jika beberapa saat sebelum pesawat take off atau lepas landas, pramugari di dalam kabin menyampaikan petunjuk penggunaan seat belt atau sabuk pengaman dan mematikan telepon genggam. Selain itu, mereka yang duduk dekat pintu darurat juga harus terbebas dari semua barang bawaan.

Alasannya cukup jelas karena memang tidak boleh ada satupun barang bawaan yang menghalangi jalan keluar di pintu darurat saat peristiwa buruk terjadi. Lalu, sebelum mendarat, pramugari juga mengingatkan semua penumpang untuk membuka penutup jendela, menegakkan sandaran kursi dan menutup meja.

Namun, pasti banyak juga di antara kalian yang belum tahu kenapa saat lepas landas dan mendarat, pramugari meminta penumpang melakukan hal tersebut. Perlu diketahui bahwa hal itu karena sekitar 90 persen kecelakaan pesawat terjadi saat take off dan landing.

Yang paling penting lagi bahwa situasi tersebut terjadi di delapan menit pertama setelah tinggal landas dan tiga menit sebelum pesawat mendarat. Nah, momen inilah yang disebut dengan critical eleven atau sebelas menit paling kritis di dalam pesawat, di mana ketika situasi ini terjadi, penumpang hanya punya waktu 90 detik untuk keluar dari pesawat.

Jika tidak, maka penumpang bisa meninggal dunia karena berbagai hal, seperti smoke inhalation atau kekurangan oksigen, atau pesawat sinking incase of ditching atau water landing. Lebih rinci, satu emergency exit di kabin didesain untuk mengevakuasi 65 orang dalam waktu 1,5 menit.

Lalu saat momen menegakkan sandaran kursi, apalagi disaat panik, bisa menghabiskan waktu sekitar 10 detik. Kemudian, saat proses evakuasi, waktu hanya selama satu detik menjadi sangat berharga karena masalah hidup dan mati para penumpan dan awak kabin yang berada di dalam pesawat.

Seperti dilansir dari Flight Safety.org, bahwa saat critical eleven atau selama sebelas menit waktu yang krusial tersebut, awak kabin dilarang untuk berkomunikasi dengan pilot yang bertugas di kokpit kecuali terjadi hal-hal yang darurat. Kenapa hal itu tidak dibolehkan?

Jelas karena saat critical eleven, pilot yang bertugas harus melakukan komunikasi secara intensif dengan Air Traffic Controller (ATC) untuk mengendalikan pesawat sesuai dengan standar operasi yang berlaku. Apalagi, statistik mencatat bahwa sekitar 90 persen kecelakaan pesawat terjadi pada rentang waktu sebelas menit yang dikenal sebagai critical eleven ini.

Selain itu penting memang untuk mematikan ponsel. Etika ini mesti dipatuhi untuk membantu pilot berkomunikasi secara baik dengan pihak ATC. Karena frekuensi sinyal ponsel dapat mengganggu ferekuensi radio komunikasi pilot.

Lalu seat belt sendiri digunakan untuk menjaga kestabilan penumpang agar tidak mengganggu keseimbangan pesawat saat terbang. Sementara melipat meja dan menegakkan sandaran kursi dilakukan agar apabila penumpang mesti melakukan emergency landing, seluruh penumpang bisa selamat.

Bayangkan saja, apabila kursi tidak berdiri tegak pada posisi yang sebenarnya dan meja belum dilipat, maka akan ada kemungkinan penumpang terjebak di tempat duduknya. Padahal ketika terjadi emergency landing, penumpang hanya diberikan waktu 90 detik untuk menyelamatkan diri dari pesawat.

Sebab kalau tidak keluar, penumpang akan kekurangan oksigen, tenggelam saat water landing, atau bahkan meninggal akibat terlalu banyak menghirup asap (smoke inhalation).

Selain itu, untuk penerbangan malam hari, lampu kabin pasti diredupkan. Alasannya pun sama yakni dalam waktu 90 detik, semua penumpang harus keluar dari pesawat karena di saat mata terbiasa melihat terang kemudian lampu mati, butuh beberapa saat agar mata bisa beradaptasi dengan pencahayaan yang gelap.

Nah, itulah kenapa, lampu sengaja diredupkan agar mata tidak perlu adaptasi lagi dengan waktu yang cukup lama saat emergency landing.

Lalu, kenapa jendela harus dibuka? Kondisi itu agar penumpang bisa melihat keadaan di luar. Jika sayap pesawat membeku karena es, penumpang bisa melihatnya untuk kemudian memberitahu kepada pramugari yang nantinya akan melanjutkan informasi tersebut ke pilot.

Tak hanya itu saja, penting juga untuk memahami tentang lokasi baju pelampung, masker, dan pintu evakuasi serta cara menggunakannya.

Sehingga para penumpang bisa melakukan pertolongan pertama untuk dirinya sendiri tanpa dibantu awak kabin. Hal penting lainnya adalah penumpang disarankan untuk tidak tidur, melepas alas kaki, atau mendengarkan musik saat memasuki rentang waktu critical eleven.

Hal itu dilakukan agar penumpang bisa mendengarkan arahan awak kabin dengan baik dan sadar dengan kondisi pesawat. Meski begitu, setiap arahan yang diberikan oleh pramugari dan awak kabin yang bertugas bukan hanya berlaku bagi critical eleven saja.

Ya, hal itu lantaran pendaratan darurat bisa terjadi kapan saja tergantung situasi dan kondisi yang terjadi, tidak hanya berdasarkan kondisi critical eleven saja. Untuk itu, saat pramugari dan awak kabin sedang memberikan arahan, lebih baik melihat dan memperhatikannya dengan baik. Sehingga kalian bisa paham apa yang mesti dan tidak boleh dilakukan dalam pesawat selama penerbangan.

Share: ‘Critical Eleven’ dan 90 Detik yang Berharga untuk Menyelamatkan Diri di Pesawat