Kesehatan

Hindari Meromantisasi Masalah Kesehatan Mental

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image

Kesehatan mental belakangan seolah menjadi hal yang kerap dianggap relevan oleh banyak orang yang merasa hidupnya, tengah dalam tekanan berat. Namun, masalah kesehatan mental diharapkan tidak diromantisasi secara berlebihan.

Cari Bantuan: Psikolog klinis Tara Adhisti de Thouars dari Universitas Indonesia, mengamati belakangan banyak orang yang memilih menjadikan kesehatan mental sebagai bahan untuk mendapatkan perhatian besar dari orang lain. Tara mengingatkan, langkah terbaik untuk mengatasi masalah kesehatan mental adalah mencari bantuan seperti ke psikolog, alih-alih meromantisasnya demi mendapatkan atensi dari pihak lain.

“Di tengah tuntutan hidup yang serba tinggi, terkadang ada orang-orang yang menambahkan tuntutan itu dengan menekan diri sendiri terlalu berlebihan, mengkritik diri, dan membandingkan dengan orang lain,” kata Tara seperti dikutip dari Antara, Kamis (26/1/2023).
Ia mengatakan, sikap seperti inilah yang dianggap meromantisasi persoalan kesehatan mental. Sikap semacam ini, kata dia malah membuat kondisi mental yang sedang bermasalah menjadi lebih buruk.

Pahami Diri: Lebih jauh, Tara menyebutkan self-awareness atau kesadaran dalam memahami diri sendiri, merupakan langkah awal guna menghindari masalah mental dan menghindarinya untuk menyikapinya secara berlebihan.
Ia menyebutkan, langkah untuk sadar memahami diri sendiri ini mencakup kemauan seseorang untuk melihat kondisi tubuh dan mental secara personal. “Serta segera melakukan sesuatu bila menemukan masalah agar tidak bertambah parah,” imbuhnya.
Demi menghindari munculnya perasaan menyangkut masalah kesehatan mental, lanjut Tara penting bagi setiap orang untuk memiliki momen rehat sejenak dari berbagai aktivitas sehari-hari.

Take a break dulu untuk benar-benar secara objektif melihat apakah ‘saya harus seperti ini atau tidak ya?’, ‘Ini berlebihan atau tidak sih?’,  ‘Tubuh saya masih bisa menerima ini atau jangan-jangan sudah kelelahan?’ Kalau memang rasanya sudah merugikan diri sendiri maka lakukan sesuatu,” tuturnya.

Faktor Media Sosial: Tara juga memandang tren media sosial turut berperan menjadi pemicu munculnya masalah kesehatan mental. Sebab, hal ini mendorong seseorang untuk lebih menonjol sebagai ajang aktualisasi diri.
“Banyak orang lantas berupaya tampil habis-habisan agar terlihat berbeda demi konten di sosial media,” ucapnya.
Hal semacam ini, menurut Tara membuat generasi muda saat ini merasa harus selalu terlihat menonjol, terutama bagi kalangan Gen-Z atau remaja yang masih butuh pencarian identitas diri. Padahal, kata Tara ada banyak cara positif yang bisa dilakukan seseorang untuk menjadi berarti atau dilihat orang lain tanpa harus merugikan diri sendiri.

“Apa yang dilihat di sosial media biasanya hanya memperlihatkan sisi yang bagus saja. Mungkin beberapa orang bisa jadi stand out-nya tidak dengan cara yang tepat,” tandasnya.

Share: Hindari Meromantisasi Masalah Kesehatan Mental