Isu Terkini

Polusi Udara Jadi Biang Kerok Masalah Kesehatan Warga Jakarta Meningkat

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Ilustrasi: Unsplash/ Amir Hosseo

Bicara Udara mengungkapkan temuan bahwa DKI Jakarta, menjadi provinsi dengan nilai Indeks Kualitas Udara terendah selama tiga tahun terakhir.  Hal ini kian menjadi biang kerok berbagai masalah kesehatan di ibu kota.

Hasil Temuan: Melalui studi yang dilakukan Nafas Indonesia yang disampaikan oleh Bicara Udara, diketahui setiap kenaikan 10 mikrogram materi partikulat udara sebesar PM2.5, teroasosiasi dengan 40 persen kenaikan konsultasi pasien di Jabodetabek.

“Polusi udara menjadi masalah hulu dari banyak masalah kesehatan. Studi yang dilakukan oleh Nafas, setiap kenaikan 10 micogram PM 2.5 terasosiasi dengan 40 persen kenaikan konsultasi pasien di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi atau Jabodetabek,” kata Co-Founder Bicara Udara, Novita Natalia Kusumawardhani dalam diskusi publik virtual “Mengawal Kebijakan Udara Bersih di Jakarta, Sudah Sampai Mana?”, Rabu (25/1/2023).

Masalah Kesehatan: Novita mengatakan pada Juni 2022, terjadi kenaikan PM 2.5 yang drastis di Jakarta yang diikuti dengan berbagai konsultasi masalah kesehatan warga. Persoalan ini, kata dia menyebabkan lima kali lipat konsultasi kasus influenza dalam enam sampai 12 jam.

“Kemudian tiga kali lipat konsultasi kasus rhinitis dalam 10 sampai 12 jam. Berikutnya, memicu tiga kali lipat konsultasi kasus asma dalam 12 jam, serta dua kali lipat konsultasi kasus bronchitis dalam 48 jam,” ujarnya.

Keterlibatan Publik: Terkait persoalan ini, Novita menekankan pentingnya peran serta masyarakat terhadap kualitas udara Jakarta, sekaligus transparansi data kualitas udara terhadap publik. Sejauh ini, kata dia DLH DKI Jakarta pun telah menambah 14 low cost sensor. Datanya, dapat diakses oleh publik di situs DLH DKI Jakarta.

Tak hanya itu, keterlibatan publik dalam pengkajian dampak polusi udara terhadap kesehatan dan ekonomi menurutnya juga penting. Pengkajian ini diharapkan bisa melibatkan asosiasi dokter, akademisi dari kesehatan masyarakat, dan pihak-pihak terkait dalam merumuskan kajian.

“Dengan menggunakan data kualitas udara yang dapat diakses publik dalam pengembangan kawasan rendah emisi, sebagai acuan sebelum diterapkan kawasan kebijakan pengembangan emisi dan setelah diterapkan,” imbuhnya.

Akses Informasi: Novita Natalia menambahkan, penting juga adanya peningkatan peran serta masyarakat untuk mendapatkan akses informasi berkala secara rutin, tentang progres strategi pengendalian pencemaran udara melalui forum diskusi. Sementara itu, terkait penegakan hukum perlu adanya sistem pelaporan pelaku pembakaran sampah yang mudah untuk masyarakat.

“Sebagaimana kita ketahui, pembakaran sampah di Jakarta oleh masyarakat ini masih sering terjadi dan berkontribusi pada peningkatan masalah polusi,” tuturnya.

Adapun para pelaku pembakaran sampah ini, diharapkan Novita dapat diberikan sanksi sesuai peraturan berlaku. Penegakkan hukum beserta sanksinya, juga perlu dijatuhkan kepada industri yang mengeluarkan polutan berbahaya dan emisi kendaraan bermotor yang berlebihan.

Baca Juga:

Muncul Petisi Untuk Kembalikan WFH Karena Jalan Macet dan Polusi

Polusi Lebih Mematikan Ketimbang Covid-19

Kurangi Polusi Suara, India Bakal Ganti Suara Klakson Jadi Suling atau Biola

Share: Polusi Udara Jadi Biang Kerok Masalah Kesehatan Warga Jakarta Meningkat