Teknologi

Di Balik Penurunan Transaksi Kripto di Indonesia

Manda Firmansyah — Asumsi.co

featured image
Ilustrasi Antara

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag) merilis angka terbaru jumlah investor dan volume transaksi perdagangan aset kripto di Indonesia. Hasilnya, terjadi penurunan yang cukup signifikan sejak awal 2022.

Penurunan aset kripto: Dalam data yang dirilis pada 2021, total nilai transaksi perdagangan aset kripto mencapai Rp 859,5 triliun. Sedangkan, total nilai transaksi pada Januari-Agustus 2022 tercatat sebesar Rp 249,3 triliun atau turun 56,35 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.

Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (ASPAKRINDO), Teguh Kurniawan Harmanda menilai, penurunan volume transaksi kripto di Indonesia merupakan efek domino dari apa yang terjadi di global. Situasi makro ekonomi yang kurang baik pada 2022 menghantam market kripto global.

“Guncangan sistem keuangan global bisa memberikan efek cukup besar bagi pasar kripto. Guncangan tersebut adalah situasi makroekonomi yang goyah akibat resesi dan geopolitik yang memanas. Hal ini bisa membuat situasi crypto winter bisa terjadi,” tutur Teguh.

Menurut Teguh, market kripto yang lesu juga didorong oleh kebijakan moneter Amerika Serikat (AS), yang membuat investor kurang bergairah. Apalagi, AS memiliki volume perdagangan Bitcoin terbanyak di bursa.

Pengetatan kebijakan The Fed (bank sentral AS) menaikkan suku bunga acuannya guna menekan inflasi bisa mengancam market kripto. Kenaikan suku bunga berdampak pada harga komoditas yang lebih tinggi dan daya beli melemah, sehingga investor akan menjauhi market.

“Kenaikan harga kebutuhan pokok membuat investor untuk wait and see. Ini yang mulai terasa di Indonesia, investor memilih menunggu momen yang tepat untuk masuk kembali ke market kripto, di saat situasi makroekonomi sudah stabil,” ucapnya dalam keterangan tertulis.

Penerapan pajak kripto: Selain itu, penerapan pengenaan pajak aset kripto mempengaruhi penurunan volume transaksi di Indonesia. Kementerian Keuangan telah berhasil mengantongi penerimaan negara dari pajak kripto sebesar Rp 126,7 miliar per Agustus 2022.

“Pada dasarnya, kami sebagai pelaku industri aset kripto di Indonesia, senang dengan adanya regulasi pajak kripto. Dengan begitu, industri kripto bisa lebih legitimate dan dapat membantu menambah penerimaan negara dari sektor pajak,” ujar Teguh.

Berdasarkan data internal Aspakrindo, pajak menyebabkan efek yang berkepanjangan bagi pedagang atau exchange kripto lokal dibandingkan dengan global. Volume transaksi exchange lokal belum bisa rebound setelah pajak diberlakukan, berbeda dengan global.

Fee transaksi ditambah pajak yang diterapkan oleh exchange lokal kalah kompetitif dengan exchange global yang lebih jauh rendah dengan rata rata trading fee. Imbasnya, nasabah beralih untuk mencari cost trading termurah.

“Kami terus mendorong penegakan penerapan pajak kepada exchange global dan tidak terdaftar, sehingga menghasilkan equal playing field. Berdasarkan Pasal 10 PMK 68, bahwa exchanger yang berkedudukan di luar Indonesia dapat ditunjuk sebagai pemungut PPN. Serta, memberikan fasilitas perpajakan yang lebih suportif bagi market maker dalam rangka membentuk likuiditas di Indonesia,” tutur Teguh.

Baca Juga:

Ketua MPR Sebut Indonesia Berpotensi Jadi Pusat Aset Kripto Dunia

RI Disebut Negara Berpenghasilan Rendah tapi Tingkat Adopsi Kripto Tinggi

Ada Belasan Juta Investor Kripto, Bagaimana Potensi Pasar RI?

Share: Di Balik Penurunan Transaksi Kripto di Indonesia