General

7 Januari 1965: Soekarno Mengeluarkan Indonesia dari Ketidaktegasan PBB

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah organisasi internasional yang dibentuk untuk mendorong kerjasama antar negara. Badan yang didirikan pada tanggal 24 Oktober 1945 ini merupakan pengganti Liga Bangsa-Bangsa, sebagai upaya mencegah terjadinya konflik setelah terjadinya Perang Dunia II. Beberapa bulan sebelum resmi didirikan, PBB telah menandatangani sebuah piagam perjanjian yang ditandatangani oleh kelima puluh anggota asli PBB di San Francisco, pada 26 Juni 1945. Penandatanganan itu secara eksplisit menyatakan bahwa Piagam PBB mempunyai kuasa melebihi seluruh perjanjian lainnya.

Isi piagam PBB, tertulis lima tujuan berdirinya United Nations tersebut, yaitu (1) menjamin terciptanya perdamaian dunia, hak-hak manusia dan kemajuan sosial-ekonomi; (2) perselisihan diselesaikan dengan cara damai dan tanpa perang; (3) larangan melanggar kedaulatan negara lain; (4) larangan intervensi terhadap urusan domestik suatu negara; (5) menjalin kerjasama dengan negara-negara yang dinilai dapat mengganggu perdamaian dunia.

Dalam buku Politik Antarbangsa, Hans J. Morgenthau mengatakan bahwa “Perserikatan Bangsa-Bangsa, sebagaimana digambarkan oleh Piagam, menyatukan negara-negara besar dengan sendirinya dengan terperliharanya perdamaian di antara negara-negara sedang dan kecil dengan perantara pemerintah negara besar.”

Namun, masih dalam sumber yang sama, kontribusi PBB sendiri tidak terbukti mampu mencegah terjadinya perang. Tetapi PBB memang mampu melakukan pemendekan waktu perang di lima negara, yaitu di Indonesia pada tahun 1949, Palestina 1949, Mesir 1956 dan 1973, dan di Kashmir 1965. Kemampuan PBB dalam mengulur waktu perang itu karena campur tangan negara-negara besar.

Bergabungnya Indonesia dengan PBB

Lima tahun setelah merdeka, Indonesia resmi menjadi negara anggota PBB ke-60 pada tanggal 28 September 1950. Dengan demikian, Indonesia sudah diakui dunia sebagai negara merdeka, berdiri sama tinggi dengan negara-negara lain, setelah sang Saka Merah Putih berkibar di depan Gedung Markas Besar PBB. Indonesia memiliki hak yang sama untuk ikut mengusahakan perdamaian dunia.

Presiden Soekarno bahkan pernah berpidato di markas PBB di New York, pada 30 September 1960. Pidato Presiden Soekarno yang berjudul ‘Membangun Dunia Baru’ itu disebut sebagai salah satu pidato yang paling kontroversial dalam sejarah sidang umum PBB. Menurut Soekarno, PBB telah gagal menciptakan perdamaian. Sebagai solusi, ia meminta PBB untuk memasukkan Pancasila dalam piagam PBB yang sudah ketinggalan zaman.

“Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa diterimanya kelima prinsip itu dan mencantumkannya dalam piagam, akan sangat memperkuat organisasi ini,” kata Soekarno.

Soekarno juga meminta markas PBB dipindah dari New York. Dia mengusulkan agar dibangun di Asia, Afrika atau Jenewa, di mana jauh dari konflik perang dingin antara Blok Timur dan Barat. Dia mengkampanyekan gerakan Non Blok yang tidak memihak Uni Soviet atau AS. Tapi berdiri di tengah, menjaga perdamaian dunia.

“Bangunlah dunia ini kembali! Bangunlah dunia ini kokoh dan kuat dan sehat! Bangunlah suatu dunia di mana semua bangsa hidup dalam damai dan persaudaraan. Bangunlah dunia yang sesuai dengan impian dan cita-cita umat manusia!” teriak Soekarno lantang.

Soekarno Memutuskan Keluar dari PBB

Hari ini, 7 Januari, di tahun 1965, Presiden Soekarno sempat menarik diri dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Alasan utama yang mendasari keluarnya Indonesia dari PBB adalah karena saat itu Malaysia diterima oleh PBB sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan. Soekarno menganggap bahwa Malaysia sebagai negara boneka bentukan Inggris yang mampu mengancam perdamaian di Indonesia.

Benar saja, Federasi Malaya, yang dikenal dengan nama Persekutuan Tanah Melayu sempat ingin menggabungkan Borneo Utara, Sarawak, dan Singapura menjadi satu negara baru. Indonesia sudah curiga hal itu sebagai bentuk memecah belah Asia Tenggara. Sukarno pun geram, ia mengancam Indonesia akan keluar dari PBB jika Malaysia benar-benar dimasukkan sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan (DK) PBB. Ketika pada awal 1965 Malaysia benar-benar diangkat sebagai anggota tidak tetap DK PBB, Sukarno hilang kesabaran, dan melayangkan surat pengunduran.

Di tahun yang sama, Indonesia sedang mengalami peristiwa gawat lainnya. Gerakan 30 September yang disingkat G30S mencuat sebagai awal pelengseran Presiden Soekarno. Paul Lashmar dan James Oliver mencatat di bukunya, Britain’s Secret Propaganda War 1948-77, bahwa Inggris juga punya peran besar dalam upaya tersebut. Tujuannya agar sumber daya alam Indonesia bisa dikuasai melalui jalur investasi. Hal itu sangatlah sulit dilakukan di era kepemimpinan Soekarno.

Dua tahun usai tragedi pembantaian anggota PKI dan mereka yang tertuduh, upaya Inggris berhasil. MPRS mencabut status kepemimpinan Soekarno. Ketika pemerintahan digantikan oleh Soeharto, dalam sebuah telegram bertanggal 19 September 1966, Indonesia memberikan pesan kepada Sekretaris Jenderal PBB untuk kembali bergabung.

Keinginan ini disambut hangat sidang Majelis Umum PBB yang digelar pada 28 September 1966. Perwakilan Indonesia kembali aktif di markas PBB. Bantuan internasional kembali mengalir ke Indonesia, juga beragam investasi asing dari Inggris dan negara-negara lainnya.

Share: 7 Januari 1965: Soekarno Mengeluarkan Indonesia dari Ketidaktegasan PBB