Isu Terkini

14 Tahun Konspirasi Pembunuhan Munir, Siapa Dalangnya?

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Hari ini, Jumat, 7 September 2018, kasus pembunuhan Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Munir Said Thalib genap berusia 14 tahun. Selama lebih dari satu dekade itu pula, misteri konspirasi pembunuhan Munir masih belum menemui titik terang.

Sejauh ini, hanya mantan Pilot Garuda Pollycarpus Budihari Prijanto saja yang dihukum dalam kasus pembunuhan Munir, sampai akhirnya ia bebas murni beberapa waktu lalu. Sementara otak di balik pembunuhan Munir pun belum terungkap.

Mantan Deputi V Badan Intelijen Negara Muchdi Purwoprandjono, yang diduga menjadi dalang di balik kasus pembunuhan Munir sampai hari ini masih menghirup udara bebas. Lalu, sampai kapan kasus ini mengambang?

Pemerintah tentu masih memiliki pekerjaan rumah berat terkait penuntasan kasus pembunuhan Munir. Namun, peluang dilanjutkannya pengusutan kasus Munir sepertinya bisa saja terbuka lebar.

Pada Jumat, 31 Agustus lalu, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan akan meminta Kabareskrim Mabes Polri Irjen Pol Arief Sulistyanto untuk melihat kembali kasus pembunuhan Munir.

“Nanti saya akan minta kepada Kabareskrim yang baru, Pak Arief, untuk melakukan penelitian kasus itu,” kata Tito di Rumah Sakit Bhayangkara Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur.

Terkait hal itu, Tito sendiri akan meminta masukan Kabareskrim. Nantinya akan ditinjau lagi apakah kasus pembunuhan Munir bisa dikembangkan. “Apakah masih bisa dikembangkan atau memang sudah seperti itu, nanti saya akan minta masukan kepada Pak Kabareskrim,” ucapnya.

Ada Bukti Kuat dari Rekaman Suara Telepon

Sementara itu, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengungkapkan ada sebuah rekaman suara yang harusnya bisa digunakan Polri untuk melanjutkan kembali kasus pembunuhan Munir. Rekaman yang dimaksud adalah rekaman suara melalui sambungan telepon antara Pollycarpus dengan Muchdi PR.

“Ada satu dokumen yang sangat penting menurut kami yakni rekaman suara yang tidak pernah dibawa ke pengadilan. Itu yang harus menjadi perhatian pokok pertama,” kata Anam di Jakarta, Kamis, 6 September.

Anam menambahkan bahwa rekaman suara telepon itu sebenarnya sempat disebut dalam persidangan kasus Munir sebanyak 41 kali. Namun dalam berbagai kesempatan tidak pernah dibuka, bahkan sampai di pengadilan.

Menurut Anam, dokumen rekaman suara telepon itu bisa menjadi pijakan awal untuk melanjutkan kasus tersebut dan mengungkap siapa dalang di balik kasus pembunuhan Munir.

Sementara itu, Tim Pencari Fakta (TPF) kematian Munir dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 111 Tahun 2004 setelah didesak berbagai kalangan.

Tujuan pembentukan ialah membantu kepolisian mengusut keterlibatan oknum di lingkungan direksi PT Garuda Indonesia dan Badan Intelijen Negara (BIN). Saat itu, pengungkapan kasus Munir masuk dalam agenda 100 hari kerja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Laporan TPF tuntas pada Juni 2005, namun tak pernah diumumkan ke publik. Kemudian, laporan lengkap itu diklaim hilang di Kementerian Sekretariat Negara dan baru ketahuan pada pertengahan Februari 2016 ketika Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendatangi kantor Sekretariat Negara agar mendesak pemerintah segera mengumumkan laporan TPF.

Seperti diketahui, pada 7 September 2004 silam, Munir meregang nyawa saat dalam perjalanan penerbangan ke Amsterdam, Belanda. Aktivis HAM yang yang vokal menyuarakan kebenaran itu dibunuh di udara (di dalam pesawat).

Ditemukan racun arsenik di dalam tubuh Munir. Dalam perkara ini, pengadilan telah menyeret Pollycarpus dan Muchdi PR. Pollycarpus telah menjalani hukuman 14 tahun penjara sedangkan Muchdi dibebaskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2008.

KontraS Terus Kawal Pengusutan Kasus Pembunuhan Munir

Terkait 14 tahun perjalanan kasus pembunuhan Munir yang belum ditemukan dalangnya, KontraS akan terus mengawal. Kepala Bidang Advokasi KontraS, Putri Kanesia, mengatakan bahwa pihaknya sudah melakukan berbagai cara, meski sejauh ini hasilnya masih nihil.

“Kalau sejauh mana KontraS mendorong pemerintah, sebenarnya ini sudah kita lakukan bertahun-tahun. Bahkan dari 2016 kemarin kita sudah pernah mengajukan sengketa informasi ke Komisi Informasi Publik (KIP) tentang dokumen TPF Munir,” kata Putri kepada Asumsi.co, Jumat, 7 September 2018.

“Cuma memang posisinya sampai 14 tahun ini tidak banyak yang berarti. Bahkan misalnya beberapa waktu yang lalu, tanggal 30 Agustus lalu, kita sudah mendatangi Sekretariat Negara menyampaikan surat untuk meminta Presiden RI untuk mengumumkan dokuman TPF Munir.”

Putri mengatakan sepertinya memang tidak ada respons dari pemerintah karena tidak ada follow up lagi. Meski begitu, menurut Putri, momentum 14 tahun meninggalnya Munir ini harusnya jadi waktu yang tepat untuk kembali membuka dan membicarakan kasus Munir.

“Banyak orang dan pemerintah juga mengatakan bahwa “Apalagi sih yang mau diungkap, ini sudah selesai”. Bagaimana kita bisa membuktikan bahwa kasus pembunuhan Munir itu sudah selesai kalau dokumen TPF nya saja tidak pernah diumumkan sampai hari ini.”

Padahal, lanjut Putri, beberapa waktu lalu mantan ketua TPF Munir, Marsudi Hanafi sempat bilang setidaknya ada dua sampai tiga nama lagi yang belum pernah diungkap yang ada di dalam laporan tersebut tapi tidak pernah diproses sama sekali

“Ini tentu jadi desakan penting juga yang dilakukan KontraS dan teman-teman koalisi ke negara untuk mendesak “ayo buka lagi dokumennya kalau memang negara serius untuk menyelesaikan kasus ini, ayo sama-sama kita buka dokumennya”, seperti itu.”

Menurut Putri, kalau nanti ternyata ada nama-nama yang harus diproses, KontraS tentu akan meminta kepolisian untuk memprosesnya. Apalagi, beberapa hari lalu Kapolri Tito Karnavian sudah meminta Kabareskrim untuk bisa membuka kembali kasus ini.

“Harusnya hari ini, Jumat, 7 September, kami minta pertemuan dengan Kabareskrim. Tapi sayangnya Kabareskrim tidak sedang di Jakarta, tapi kita minta reschedule.”

“Mudah-mudahan dalam waktu seminggu ke depan sudah ada kabar dari Kabareskrim, sehingga KontraS dan teman-teman koalisi bisa meminta follow up untuk menyelesaikan kasus ini.”

Posisi Kabareskrim di sini menjadi penting karena ketika dokumen TPF itu disampaikan dan apalagi diketahui ada nama-nama lain yang harus segera diproses dan ditindak lanjuti lebih lanjut, maka itu menjadi tanggung jawab Kabareskrim.

Tekanan Publik Jadi Satu Hal Penting

Putri pun mengingatkan bahwa kasus pembunuhan Munir saat ini tak hanya menjadi konsen keluarga korban dan KontraS saja. Lebih dari itu, sebenarnya tekanan publik juga bisa menjadi sesuatu hal yang sangat penting.

Desakan untuk meminta pemerintah membuka dokumen TPF Munir itu bukan hanya jadi desakannya Suciwati atau KontraS saja, tapi juga jadi desakan publik. Kasus ini tentu jadi preseden buruk dan diharapkan tidak terulang lagi di masa depan.

“Tapi ini harus jadi desakan bersama, desakan masyarakat karena yang kita minta adalah ini dokumen negara yang memang waktu itu dibentuknya melalui Keppres, artinya ada APBN yang dikeluarkan untuk membentuk Tim Pencari Fakta.”

Ketika dokumen hasil penyelidikan TFP ini tidak pernah diumumkan, menurut Putri, ini justru jadi sebuah penyalahgunaan yang dilakukan oleh negara dengan menggunakan APBN. Ada pertanggungjawaban negara yang harus segera mengumumkan itu.

“Kalau misalnya sudah banyak masyarakat yang mendorong, tidak ada alasan bagi kepolisian, dalam hal ini untuk tidak menindaklanjuti kasus ini. Kejahatan ini dilakukan terencana dan ada keterlibatan lebih dari satu orang, ada konspirasi, nah inilah yang harusnya dibangun.”

Putri sendiri melihat seharusnya Pollycarpus bisa jadi sosok kunci yang bisa mengungkap kasus ini. Apalagi setelah dinyatakan bebas, Pollycarpus bisa jadi saksi kunci yang menyampaikan keterlibatan orang-orang lain selain dirinya.

“Kalau memang yang bersangkutan merasa dirinya adalah korban dan dikorbankan, ya sampaikan dong. Siapa saja yang terlibat, dan selama ini kan Pollycarpus tidak pernah kooperatif dalam persidangan.”

“Ia tidak pernah menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi dan siapa saja yang terlibat dalam kasus pembunuhan Munir. Saya pikir Pollycarpus bisa jadi kunci, selain memang dokumen TPF untuk melanjutkan kembali proses hukum terhadap kasus Munir.”

Share: 14 Tahun Konspirasi Pembunuhan Munir, Siapa Dalangnya?